Tipe Laki-Laki yang Harus Dijauhi Wanita….

(Bagian pertama dari dua tulisan)


واحذري هذا النوع من الرجال:

- المُخنث المتشبه بالنساء .

- الذي يتزوجك لجمالك ، فإنه إذا رأى أجمل منك تركك وذهب إليها .

- شارب الخمر أو المخدرات أو السجائر .

( حلاق النساء ( الكوافير .

( آكل الربا ( والذي يتعامل بالفوائد الربوية .

- المُرتشي .

- تارك الصلاة .

- احذري البخيل .

- احذري الديوث الذي يقر الخبث في أهل بيته ويسمح لهم بالتبرج ويأتي بآلات اللهو والمعازف والمرئيات ( من تلفاز وفيديو ) والتي يُعرض فيها ما يندى له الجبين .

- القبوري والذي يطَّوف حول القبر ويتوسل به ويطلب منه وينذر له ويشد الرِحال إلي الموالد .

- بائع المُسكرات بدأً بالخمور ومروراً بالمخدرات وانتهاءً بالسجائر ومعهم القهوجي .

- العامل في الفنادق السياحية والتي تقدم لحم الخنازير والخمر .

- المشعوذ والساحر الذي يعالج الناس باسم العلاج بالقرآن ويضع لهم الأحجبة والتمائم والأعمال .

  • Saudariku, jauhilah jenis laki-laki seperti ini:

  1. Laki-laki banci yang meniru-niru perempuan.
  2. Laki-laki yang akan menikahimu semata-mata karena kecantikanmu, karena jika ia melihat wanita yang lebih cantik darimu, ia akan meninggalkanmu dan mengalihkan dirinya pada wanita yang lebih cantik tersebut.
  3. Laki-laki peminum khamr, pengguna obat bius dan penikmat rokok.
  4. Laki-laki yang pekerjaannya adalah penata rambut wanita.
  5. Pemakan harta riba, yang bermuamalah dengan transaksi ribawi.
  6. Laki-laki yang meninggalkan shalat.
  7. Laki-laki yang mau menerima suap.
  8. Laki-laki yang bakhil (pelit).
  9. Jauhilah pula laki-laki yang tidak punya rasa cemburu, yang hanya akan menempatkan hal-hal yang “kotor” di rumah keluarganya, dan membiarkan pula keluarganya tersebut berpenampilan memalukan. Ia pun akan mendatangimu dengan dengan membawa benda-benda yang sia-sia, alat-alat musik, kerjaannya hanya menonton televisi dan video. Yang muncul dari laki-laki ini hanyalah hal yang membuat dahi berkerut.
  10. Laki-laki quburi (penyembah kubur). Ia akan mengelilingi kuburan, bertawasul dengannya, meminta sesuatu kepada kuburan tersebut, bernadzar dengannya, dan ia pun suka bepergian ke tempat-tempat maulid.
  11. Laki-laki Penjual benda-benda yang memabukkan, mulai dari khamr, obat bius, dan rokok. Ia pun bergaul dengan para penjual arak.
  12. Laki-laki yang bekerja di hotel-hotel para turis, yang menyediakan daging babi dan minuman keras.
  13. Laki-laki ahli magis dan penyihir, yang mengobati manusia atas nama pengobatan Qur’ani. Ia memberi mereka jimat-jimat, benda tolak bala’, dan memberikan pekerjaan kepada manusia dengan sihirnya itu.

===========

Diterjemahkan dari pasal واحذري هذا النوع من الرجال kitab من تخترين, karya الشيخ ندا أبو أحمد .

Rabu, 12 Shafar 1431 / 27 januari 2010 M

Menjelang Maghrib di Masjid Al-‘Ashri

Abu Muhammad Al-‘Ashri

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك

ونسألكم الدعاء

http://alashree.wordpress.com/2010/01/27/laki-yg-diblacklist/

Read More......




ORANG-ORANG Mesir sangat gandrung sama al-Quran. Kemanapun mereka pergi, mereka tidak lupa untuk membawa mushaf. Tidak heran bila hampir semua orang (apapun tugas, karir dan jabatannya) terlihat membaca Quran di sela-sela waktu senggang atau ba'da shalat. Begitu juga pemilik toko, penjaganya, para karyawan, satpam, sopir taksi, bos-bos kantoran, selalu terlihat membaca al-Quran. Kalau tidak dibaca, Al-Quran mereka letakkan dengan rapih di atas mejanya, atau ditenteng dan disimpan dalam tas jika bepergian.

Ayat al-Quran juga sering diperdengarkan dari rumah-rumah sederhana hingga hotel berbintang lima, dari warung-warung kecil hingga shopping center mewah, dari sarana transportasi butut hingga pesawat terbang.

Nyaris di semua tempat selalu ada yang membaca al-Quran. Begitupun di dalam taksi, mikrolet, bus kota, kereta api, tram kota, senantiasa para pemuda, bapak-bapk dan kaum hawa senantiasa khusyu membaca Quran sambil mengusir suara bising obrolan dan deru knalpot.

Secara umum, ayat-ayat al-Quran yang "distel" di dalam kendaraan sangat bempengaruhi "karakteristik" pendengarnya. Normalnya, para penumpang malu untuk berbuat hal-hal yang tidak senonoh.

Kendati begitu, tetap saja ada saja pemandangan yang di luar dugaan. Misalnya, gara-gara ada copet akhirnya copot seluruh isi dompet. Atau ada saja yang berbuat ricuh di dalam bus lantaran rebutan tempat duduk, tak setuju tarif, perempuan disenggol laki-laki nakal, dsb. Sementara pembaca al-Quran tetap anteng dan adem ayem.

Pemandangan lain (yang di luar dugaan) juga terjadi di musim panas tahun 2002, dalam perjalanan menuju Alexandria , kota pantai yang bersejarah itu. Ada seorang gadis yang berpakaian sangat minim, bahkan tipis dan tembus pandang. Semula dia tidak kebagian tempat duduk, akhirnya berdiri, dan "terlihat" oleh semua penumpang (jangan lupa lho, gadis-gadis Mesir kebanyakan montok-montok atawa 'berisi'). Kebetulan Seorang syekh mencoba mengingatkan, tapi tidak digubris. Selengkapnya ditulis oleh kolumnis majalah Almannar (bukan Almannar yang dulu dikelola syekh Muhammad Rasyid Ridho yang kemudian menulis tafsir Almannar itu, melainkan Almannar Aljadid/neo-Almannar) berikut ini:

***

Musim panas merupakan ujian yang cukup berat. Terutama bagi Muslimah, untuk tetap mempertahankan pakaian kesopanannnya. Gerah dan panas tak lantas menjadikannya menggadaikan etika. Berbeda dengan musim dingin, dengan menutup telinga dan leher kehangatan badan bisa terjaga. Jilbab memang memiliki multifungsi.

Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang, dari Kairo ke Alexandria; di sebuah mikrobus, ada seorang perempuan muda berpakaian kurang layak untuk dideskripsikan sebagai penutup aurat, karena menantang kesopanan. Ia duduk diujung kursi dekat pintu keluar. Tentu saja dengan cara pakaian seperti itu mengundang 'perhatian' kalau bisa dibahasakan sebagai keprihatinan sosial.

Seorang bapak setengah baya yang kebetulan duduk disampingnya mengingatkan bahwa pakaian yang dikenakannya bisa mengakibatkan sesuatu yang tak baik bagi dirinya sendiri. Disamping itu, pakaian tersebut juga melanggar aturan agama dan norma kesopanan. Orang tua itu bicara agak hati-hati, pelan-pelan, sebagaimana seorang bapak terhadap anaknya.

Apa respon perempuan muda tersebut? Rupanya dia tersinggung, lalu ia ekspresikan kemarahannya karena merasa hak privasinya terusik. Hak berpakaian menurutnya adalah hak prerogatif seseorang!

"Jika memang bapak mau, ini ponsel saya. Tolong pesankan saya, tempat di neraka Tuhan Anda!"

Sebuah respon yang sangat frontal. Orang tua berjanggut itu hanya beristighfar. Ia terus menggumamkan kalimat-kalimat Allah. Penumpang lain yang mendengar kemarahan si wanita ikut kaget, lalu terdiam.

Detik-detik berikutnya, suasana begitu senyap. Beberapa orang terlihat kelelahan dan terlelap dalam mimpi, tak terkecuali perempuan muda itu.

Lalu sampailah perjalanan di penghujung tujuan, di terminal terakhir mikrobus Alexandria . Kini semua penumpang bersiap-siap untuk turun, tapi mereka terhalangi oleh perempuan muda tersebut yang masih terlihat tidur, karena posisi tidurnya berada dekat pintu keluar.

"Bangunkan saja!" kata seorang penumpang.
"Iya, bangunkan saja!" teriak yang lainnya.

Gadis itu tetap bungkam, tiada bergeming.

Salah seorang mencoba penumpang lain yang tadi duduk di dekatnya mendekati si wanita, dan menggerak-gerakkan tubuh si gadis agar posisinya berpindah. Namun, astaghfirullah! Apakah yang terjadi? Perempuan muda tersebut benar-benar tidak bangun lagi. Ia menemui ajalnya dalam keadaan memesan neraka!
Kontan seisi mikrobus berucap istighfar, kalimat tauhid serta menggumamkan kalimat Allah sebagaimana yang dilakukan bapak tua yang duduk di sampingnya. Ada pula yang histeris meneriakkan Allahu Akbar dengan linangan air mata.

Sebuah akhir yang menakutkan. Mati dalam keadaan menantang Tuhan.
Seandainya tiap orang mengetahui akhir hidupnya....
Seandainya tiap orang menyadari hidupnya bisa berakhir setiap saat...
Seandainya tiap orang takut bertemu dengan Tuhannya dalam keadaan yang buruk...
Seandainya tiap orang tahu bagaimana kemurkaan Allah...
Sungguh Allah masih menyayangi kita yang masih terus dibimbing-Nya.
Allah akan semakin mendekatkan orang-orang yang dekat dengan-NYA semakin dekat.

Dan mereka yang terlena seharusnya segera sadar...
mumpung kesempatan itu masih ada!

Apakah booking tempatnya terpenuhi di alam sana? Wallahu a'lam.




Ditulis dalam majalah Almannar (bukan Almannar yang dulu dikelola syekh Muhammad Rasyid Ridho yang kemudian menulis tafsir Almannar itu, melainkan Almannar Aljadid/neo-Almannar),

Read More......

Dikutip dari catatan Ummu Abdirrahman Aisyah bint Muhammad (Ibu muslimah di Mekkah Al-Mukarramah)

.

Penampilan di blog ini atas seizin beliau.

.

Question:

I am a 14-year-old girl. Studying in the second year in secondary school. I wear hejab that covers my entire body. My clothes are very baggy and I cover my neck and chest by my khimar. Nothing appears of my body apart from my face and hands, as explained by many scholars that face and hands are not ‘awra. There is disagreement amongst scholars regarding hejab, yet I try my best to cover more of my body. I have tried so many times to convince my parents to allow me to wear niqab, but they refuse saying that I am still very young and that I just reached the age of puberty two years ago.

  • What shall I do?
  • Shall I obey them and they will bear the sin before Allah, or shall I disobey them and insist on wearing niqab in order to be closer to Allah?
  • If I insist on wearing it, this will cause many problems to me and they will be displeased with me. What shall I do?.

Answer:

Praise be to Allaah.
Firstly:

  • It is obligatory for a woman to cover her face before non-mahram men, according to the more correct of the two scholarly opinions!

Secondly:

  • It is not permissible for a girl to obey her father or mother by not covering the face if she is convinced that it is obligatory, because there is no obedience to any living being if it involves disobedience towards the Creator.
  • And it is not permissible for the father to order his daughter to uncover her face, even if he thinks that niqaab is mustahabb, because she is enjoined to do what she knows and is convinced of, and she will be questioned about that, not about the convictions of her father or his opinion. If she does not wear niqaab then she is disobeying her Lord, so what benefit will she have from obeying her father in that case?
  • The Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) said: “There is no obedience if it involves disobedience towards Allaah; obedience is only in that which is right and proper.” Narrated by (al-Bukhaari (7257) and Muslim (1840).

Thirdly:

  • You should strive to advise your parents and convince them that you are entitled to freedom in choosing the opinion which you think is correct, whether it is on the basis of knowing the evidence or by following a scholar whom you trust, and according to sharee’ah it is not permissible for you to ignore this opinion just because it goes against the opinion of your father or mother. Not covering the face means that you are falling into sin and disobedience, whether you do it once or twice or more. Every time you appear before non-mahrams with your face uncovered, you are sinning thereby.
  • Perhaps it seems to you from this answer that the issue is not about convincing your parents that niqaab is obligatory, because you may or may not succeed, depending on whether you present the evidence clearly or nor and whether you are able to convince them or not. But the issue that you should focus on is the idea that a girl should follow her father’s opinion, and it is not permissible for her to give up something that she is convinced of because of his opinion, and it is not permissible for him to force her to follow his opinion.
  • This is an issue concerning which there is a difference of scholarly opinion, and the difference concerning it is to be respected. In such cases we must be gentle when speaking to parents about it, and be patient in dealing with them, and not think of them as sinning and disobeying Allaah, or turning away from His laws. Perhaps they are convinced that it is not obligatory, just as you are convinced that it is obligatory, and because it is their duty to care for you and bring you up, they may think that preventing you from doing something that is not obligatory is their right.
  • It seems from your question that your parents are not opposed to the principle of covering the face, but they think that you are too young for it. This is something that it will be easy to convince them about, because if covering the face is obligatory, then the girl who has reached adolescence is required to do it, and she is sinning by going against it, and it makes no difference whether she is 14 years old or 20.
  • As for the problems that are expected if you insist on following your opinion and going against your parents, these are regular problems which will ease with the passage of time and as your parents get used to seeing the niqaab. It needs patience and sacrifice, and it is sufficient for the believing woman if her Lord is pleased with her, even if people are not pleased.
  • Some fathers are afraid that if their daughters start to wear niqaab at a young age, they may be put off after that and will take it off. Hence we say: Show how convinced you are of the niqaab and how keen you are to wear it and adhere to it, and try to dispel their fears. And some of them are afraid that if she puts on niqaab, no one will see her properly and that may affect her chances of marriage later on.

To sum up:

What we advise with regard to this problem is to be patient in dealing with your parents and seek the intervention of someone who can convince them, if possible. Bring them some tapes of scholars who speak of that, and tell them again about what has convinced you that it is obligatory, so long as you are sure that the source is trusted by your parents. But if you think it most likely that the problems with your family caused by your wearing niqaab will be more than you can bear, then perhaps you can delay it for a little while until they are convinced, or until their objections have died down, but you should avoid going out of the house or mixing with non-mahram men as much as possible. If you can put it on in the street, where they cannot see you, that is also good, in sha Allaah


http://alashree.wordpress.com/2009/11/30/parents-refuse-you-to-wear-niqaab-subhanallaah/

Read More......

وإذا أخطأ المعلم في شيء فلينبهه برفق ولطف بحسب المقام ، ولا يقول له : أخطأت ، أو ليس الأمر كما تقول ، بل يأتي بعبارة لطيفة يدرك بها المعلم خطأه من دون أن يتشوش قلبه ، فإن هذا من الحقوق اللازمة وهو أدعى إلى الوصول إلى الصواب

فإن الرد الذي يصحبه سوء الأدب وإزعاج القلب يمنع من تصور الصواب ومن قصده

========

Jika seorang ustadz salah dalam sesuatu, berilah ia peringatan dengan lembut dan lunak sesuai keadaan

Janganlah ia berkata kepada usatadznya,

Engkau telah salah!” atau “Perkara itu tidak sebagaimana yang Engkau katakan!”

Akan tetapi, hendaknya dia datang dengan ungkapan yang lembut yang diketahui seorang ustadz bahwa dia salah, tanpa mengacaukan hati ustadz tersebut. Ini adalah temasuk hak-hak pengajar yang pasti. Hal ini lebih mengajak kepada sampainya kebenaran.

Sesungguhnya bantahan yang disertai adab yang jelek dan kecemasan hati, akan menghalangi tergambarnya kebenaran dan maksud dalam bantahan tersebut.”

—selesai penukilan—

  • Nukilan di atas adalah di antara lembaran-lembaran yang ditulis Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di dalam Fatawa As-Sa’diyyah. Syaikh Dr. Abdussalam bin Barjaz Abdul Karim mengumpulkan fatwa-fatwa yang berkatian dengan ilmu, lalu ia beri judul, dan dijadikan sebagai risalah penutup kitab beliau, عوائق الطلب /’awa-iqi at-Thalab/ “Rintangan-Rintangan dalam Menunut Ilmu Syar’i”. Ini adalah kitab yang Selayaknya dibaca penuntut ilmu syar’i. Silakan dapatkan kitabnya (microsoft word, 34 halaman) >>> di sini <<<<

.

akhukum,

Abu Muhammad Al-’Ashri

=================

http://alashree.wordpress.com/2010/01/25/jika-ustadz-salah/

Read More......

(Artikel ini Masih dalam akan disunting lebih lanjut)

Mukaddimah

Pembaca mulia, tentunya kita tidak asing dengan nama ‘Umar bin Abdul ‘Aziz, khalifah bani Umayyah yang paling terhormat dan paling mulia akhlaknya. Ketika ayahnya meninggal dunia, Khalifah Abdul Malik bin Marwan mengutus pengawalnya untuk membawa Umar ke istana untuk kemudian diasuhnya bersama-sama dengan putra-putra khalifah yang lain. Kemudian Khalifah menikahkannya dengan putrinya, Fathimah, yang beliau ini dikenal dalam sebuah syair

Puteri khalifah, dan khalifah adalah kakeknya…

Saudara perempuan para khalifah…

Dan suaminya adalah khalifah…

Read More......


Pembaca mulia, di saat penulis mengisi waktu senggang untuk mambaca buku diniyyah, penulis demikian terperanjat ketika membaca suatu kisah dari Tafsir Ruhul Bayan karya Al-Barwaswi yang dikutip oleh Jamal bin Abdirrahman bin Ismai’il dalam kitab beliau و لا تقربوا الفواحش. Kisah ini selayaknya menjadi ibrah (pelajaran) bagi setiap muslim, khususnya bagi kita, laki-laki.

Maka, dalam kesempatan ini, penulis nukilkan kisah tersebut dari buku terjemahnya berjudul Kenikmatan yang Membawa Bencana, terbitan Darul Haq Jakarta, hal. 29-30.

Disebutkan bahwa dulu di kota Bukhara, terdapat seorang laki-laki pembawa air. Ia biasa mengangkut air ke rumah tukang emas selama tiga puluh tahun. Tukang emas tersebut memiliki seorang istri shalihah yang sangat cantik. Pada suatu hari, lelaki pembawa air datang sebagaimana biasanya, lalu memegang tangannya dengan penuh nafsu.

Ketika suaminya kembali dari pasar, ia bertanya, “Maksiat apa yang telah Engkau lakukan pada hari ini?” Si suami menjawab, “Aku tidak berbuat maksiat apa pun!” Namun, si istri mendesak. Akhirnya si suami mengaku, ia berkata, “Seorang wanita mendatangi tokoku. Ketika itu aku punya gelang, lalu aku sematkan gelang itu di pergelangan tangannya. Akupun terpesona melihat putih lengannya, lalu aku pun mengelusnya.”

Allahu Akbar, teriak si istri. “Inilah hikmah pengkhianatan lelaki pembawa air itu hari ini!” Suaminya berkata, “Wahai istriku, aku benar-benar bertaubat, maafkanlah aku.”

Keesokan harinya, lelaki pembawa air itu pun datang dan berkata, “Wahai nyonya, maafkanlah aku, karena setan menyesatkan diriku.”

Si wanita berkata, “Pergilah!”……….

———————

Beruntunglah si tukang emas itu yang mempunyai istri yang bisa menjaga diri. Namun, yang menjadi catatan penting di sini (wahai saudara-saudaraku), apakah kita menjamin istri-istri kita akan menjaga dirinya sekiranya kita berbuat maksiat kepada-Nya. Ingatlah realita di masyarakat kita, atau di media massa sekarang yang begitu banyak memberitakan perselingkuhan seseorang karena sebab dendam dikhianati pasangannya yang selingkuh. Ingatlah ibrah kisah di atas ketika tukang emas itu merubah sikapnya kepada Allah dengan menyentuh wanita bukan mahramnya, maka Allah merubah sikapNya dengan membiarkan istri tukang emas tersebut disentuh oleh lelaki asing (bukan mahramnya)
Maka, selayaknya kita meneladani salaf kita yang demikian besar perhatiannya terhadap masalah iffah. Ini merupakan nasehat untuk diri penulis dan saudaraku-saudaraku sesama ikhwan. Barangkali di antara pembaca ada yang belum memiliki pasangan hidup. Akan tetapi, hendaknya kita melatih diri kita semenjak sekarang untuk menutup pintu-pintu pengkhianatan terhadap orang yang kita cintai. Bukanlah hal yang dibolehkan jika kita bergaul bebas dengan para wanita dengan alasan kita masih single atau belum menikah. Mungkin kita merasa tidak terikat dengan siapa pun, tetapi ingatlah bahwa Allah melihat kita. Dan ketahuilah bahwa maksiat adalah hutang yang akan kita terima pembayarannya di waktu yang tidak akan kita sangka. Camkanlah perkataan Imam Asy-Syafi’i berikut,

Jagalah kehormatan diri!
Niscaya istri dan anak gadismu akan selalu terjaga.Jauhilah segala sesuatu yang tidak pantas dilakukan seorang muslim.
(karena) Sesungguhnya zina adalah hutang.Jika kamu meminjamnya…
Maka ketahuilah, keluargamu yang bakal menjadi tebusannya
.
Barangsiapa berzina, maka keluarganya akan dizinai.
Jika bukan keluarganya,
Maka dinding rumahnya ‘kan menjadi sasaran.Jika engkau orang yang bijaksana,
Maka camkanlah hal ini.

Untaian Kata Terakhir ‘tuk Saudaraku….

Ikhwan sekalian, selayaknya kita bersyukur kepada Allah yang telah memberikan bimbingan dan hidayahNya kepada kita semua, hingga kita dapat terhindar dari perbuatan maksiat dan dosa. Maka, jika kita merasa peringatan Allah telah sampai pada kita, apakah kita akan menyia-nyiakan nikmat hidayah ini?


http://alashree.wordpress.com/2009/03/09/323/

Read More......

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah

Al-Lafazhat (Kata-Kata Atau Ucapan)

Adapun tentang Al-Lafazhat (kata-kata atau ucapan), maka menjaga hal yang satu ini adalah dengan cara mencegah keluarnya kata-kata atau ucapan yang tidak bermanfaat dan tidak bernilai dari lidah. Misalnya dengan tidak berbicara kecuali dalam hal yang diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan menyangkut masalah keagamaannya. Bila ingin berbicara, hendaklah seseorang melihat dulu; apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak? Bila tidak ada keuntungannya, dia tahan lidahnya untuk berbicara. Dan bila dimungkin kan ada keuntungannya, dia melihat lagi; apakah ada kata-kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata-kata tersebut? Bila memang ada, dia tidak akan menyia-nyiakannya. Kalau Anda ingin mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang maka lihatlah ucapan lidahnya. Ucapan itu akan menjelaskan kepada Anda apa yang ada dalam hati seseorang, dia suka ataupun tidak suka. Yahya bin Mu’adz berkata: Hati itu bagaikan panci yang sedang menggodok apa yang ada di dalamnya, dan lidah itu bagaikan gayungnya. Maka perhatikanlah seseorang saat dia berbicara, sebab lidah orang itu sedang menciduk untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis atau asam, tawar atau asin dan sebagainya. Ia menjelaskan kepada Anda bagaimana “rasa” hatinya, adalah apa yang dia keluarkan dari lidahnya. Artinya, sebagaimana Anda bisa mengetahui rasa apa yang ada dalam panci itu dengan cara mencicipi dengan lidah, maka begitu pula Anda bisa mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang dari lidahnya, Anda dapat merasakan apa yang ada dalam hatinya dari lidahnya, sebagaimana Anda juga mencicipi apa yang ada di dalam panci itu dengan lidah anda. Dalam hadits Anas radhiallaahu anhu yang marfu’, disebutkan: “Tidak akan istiqamah iman seorang hamba sehingga hatinya beristiqamah (lebih dahulu), dan tidak akan istiqamah hatinya sehingga lidahnya beristiqamah (lebih dahulu).”() Nabi pernah ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam Neraka, beliau menjawab: “Mulut dan kemaluan”. At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih.”() Sahabat Mu’adz bin Jabal pernah bertanya kepada Nabi tentang amal apa yang dapat memasukkannya ke dalam Surga dan menjauhkannya dari api Neraka. Lalu Nabi memberitahukan tentang pokok, tiang dan puncak yang paling tinggi dari amal tersebut, setelah itu beliau bersabda:

“Bagaimana kalau aku beritahu pada kalian inti dari semua itu?” Dia berkata: “Ya, Wahai Rasulullah”. Lalu Nabi r memegang lidah beliau sendiri kemudian berkata: “Jagalah olehmu yang satu ini.” Maka Mu’adz berkata: “Adakah kita bisa disiksa disebabkan apa yang kita ucapkan?” Beliau menjawab: “Ibumu kehilangan engkau ya Mu’adz, tidakkah yang dapat menyungkurkan banyak manusia di atas wajah mereka (ke Neraka) kecuali hasil (ucapan) lidah-lidah mereka?” At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih.”() Dan yang paling mengherankan yaitu bahwa banyak orang yang merasa mudah dalam menjaga dirinya dari makanan yang haram, perbuatan aniaya, zina, mencuri, minum minuman keras serta melihat pada apa yang diharamkan dan lain sebagainya, namun merasa kesulitan dalam mengawasi gerak lidahnya, sampai-sampai orang yang dikenal punya pemahaman agama, dikenal dengan kezuhudan dan ibadahnyapun, juga masih berbicara dengan kalimat-kalimat yang dapat mengundang kemurkaan Allah I tanpa dia sadari bahwa, satu kata saja dari apa yang dia ucapkan dapat menjauhkannya (dari Allah dengan jarak) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat. Dan betapa banyak Anda lihat orang yang mampu mencegah dirinya dari perbuatan kotor dan aniaya namun lidahnya tetap saja membicarakan aib orang-orang, baik yang sudah mati ataupun yang masih hidup, dan dia tidak sadar akan apa yang dia katakan. Kalau Anda ingin mengetahui hal itu, lihatlah apa yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih -nya dari hadits Jundub bin Abdillah, dia berkata: Nabi bersabda:

“Ada seorang pria yang mengatakan, ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si Fulan itu’. Maka Allah berfirman, ‘Siapa orang yang bersumpah bahwa Aku tidak akan mengampuni si Fulan? Sungguh Aku telah mengampuninya dan menggugurkan amalmu’.”() Lihatlah, hamba yang satu ini; dia telah beribadah kepada Allah dalam waktu yang cukup lama/panjang, namun satu kalimat yang diucapkannya telah menyebabkan semua amalnya terhapus. Dan di dalam hadits Abu Hurairah juga dikisahkan cerita seperti itu, kemudian Abu Hurairah berkomentar: “Dia telah mengucapkan satu kalimat yang dapat menghancurkan dunia dan akhiratnya.”() Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Hurairah dari Nabi :

“Sesungguhnya seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dicintai oleh Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata Allah berkenan meninggikannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dibenci Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata dengan kalimat itu dia masuk ke dalam Neraka Jahannam.” Dalam riwayat Muslim: “Sesungguhnya seorang hamba itu mengucapkan satu kalimat yang tidak jelas apa yang dikandungnya, namun dia dapat menjatuhkannya ke dalam Neraka (yang jaraknya) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat.”() Dan dalam riwayat At-Tirmidzi dari hadits Bilal bin Al-Harits Al-Muzani dari Nabi :

“Sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat yang dicintai oleh Allah, dia tidak menyangka (pahalanya) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata dengan kalimat itu Allah memberikan kepadanya keridhaanNya sampai hari dia menjumpaiNya kelak. Dan sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat dari yang dimurkai oleh Allah, dia tidak menyangka (dosanya) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata Allah memberikan kepadanya kemurkaanNya sampai hari dia menjumpaiNya kelak.” Alqamah mengatakan: “Betapa banyak ucapan yang tidak jadi aku katakan disebabkan oleh Hadits Bilal bin Al-Harits ini.”() Dalam kitab Jami’ At-Tirmidzi, juga dari hadits Anas, dia berkata: Ada seorang sahabat yang meninggal, lalu ada seorang laki-laki berkata, ‘Berilah khabar gembira dengan Surga’, maka Nabi bersabda:

“Dari mana kamu tahu? Barangkali dia pernah mengucapkan (kalimat) yang tidak ada guna baginya atau dia pelit untuk (memberikan) sesuatu yang tidak akan membuatnya kekurangan.” At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan.” Dalam sebuah lafazh hadits disebutkan:

“Ada seorang anak yang meninggal syahid di perang Uhud, lalu ditemukan di perutnya sebuah batu yang diikat untuk menahan lapar. Kemudian, ibunya mengusap debu yang ada di wajahnya sambil mengatakan, ‘Berbahagialah engkau hai anakku, engkau akan mendapatkan Surga’. Maka Nabi r bersabda, ‘Dari mana kamu tahu ?, barangkali dulu dia pernah mengucapkan kata-kata yang tidak berguna baginya dan menahan apa yang tidak memberikan mudharat baginya’.”() Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Hurairah dari Nabi : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah dia mengatakan yang baik-baik atau diam saja.” () Dalam lafazh Muslim disebutkan: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir -bila dia menyaksikan suatu perkara- maka hendaklah dia mengatakan yang baik-baik atau diam saja.”() At-Tirmidzi menyebutkan dengan sanad yang shahih dari Nabi , bahwa beliau bersabda: “Termasuk (salah satu tanda) kebaikan Islam seseorang, yaitu (bila) dia meninggalkan apa-apa yang tidak berguna baginya.” () Dan dari Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi, dia berkata:

“Aku berkata, ‘Ya Rasulullah, katakanlah kepadaku dalam Islam ini suatu kalimat yang aku tidak akan menanyakannya pada seorang pun setelah engkau’. Nabi menjawab, ‘Katakanlah, Aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqamahlah engkau’. Aku bertanya, ‘Ya Rasulullah, apa yang paling engkau khawatirkan terhadapku?’ Kemudian Nabi r memegang lidah beliau sendiri lalu mengatakan, ‘Ini’ (maksudnya : lidah, pent).” Hadits ini shahih.() Dari Ummu Habibah isteri Nabi , dari Nabi , beliau bersabda:

“Semua ucapan anak Adam(manusia) itu akan berdampak negatif kepadanya, tidak akan berdampak positif kecuali; ucapan untuk amar ma’ruf (memerintahkan yang baik), atau nahyi munkar (mencegah perbuatan munkar), atau dzikir kepada Allah .”() At-Tirmidzi berkomentar: “Hadits ini derajatnya hasan.” Dalam hadits yang lain disebutkan:

“Bila seorang hamba berada di pagi hari, maka semua anggota tubuh memberikan peringatan kepada lidah dan berkata, ‘Takutlah engkau kepada Allah, sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu. Bila kamu istiqamah kami akan istiqamah, dan bila kamu melenceng kami pun ikut melenceng’.”() Para ulama salaf sebagian mereka ada yang memperhitungkan dirinya, walau hanya sekedar mengucapkan: “Hari ini panas dan hari ini dingin.” Sebagian ulama juga ada yang tidur kemudian bermimpi dan dia ditanya tentang keadaannya, lalu dia menjawab: “Aku tertahan oleh satu ucapan yang aku katakan (yaitu : pent), Aku pernah mengatakan, ‘Oh, betapa butuhnya orang-orang ini akan hujan’. Tiba-tiba ada yang berkata kepadaku, ‘Dari mana kamu tahu itu? Akulah yang lebih tahu akan kemaslahatan hambaKu’.” Seorang sahabat ada yang berkata pada pembantunya: “Tolong ambilkan kain untuk kita bermain-main.”lalu dia berkata: “Astaghfirullah, aku tidak pernah mengucapkan kata-kata kecuali aku pasti mengendalikan dan mengekangnya, terkecuali kata-kata yang tadi aku katakan, keluar dari lidahku tanpa kendali dan tanpa kekang …” Anggota tubuh manusia yang paling mudah digerakkan adalah lidah, tapi dia juga yang paling berbahaya pada manusia itu sendiri … Ada perbedaan pendapat antara ulama salaf dan khalaf dalam masalah; apakah semua yang diucapkan oleh manusia itu semua akan dicatat ataukah ucapan yang baik dan yang jelek saja? Di sini ada dua pendapat, namun yang lebih kuat adalah yang pertama. Sebagian ulama salaf mengatakan: “Semua perkataan anak Adam itu akan berdampak negatif kepadanya dan tidak akan berdampak positif kecuali ucapan yang dari Allah dan ucapan yang membela-Nya.” Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah memegang lidahnya dan berkata: “Inilah yang memasukkan aku ke dalam berbagai masalah”. Ucapan itu adalah tawanan Anda, bila dia sudah keluar dari mulut Anda berarti Andalah yang menjadi tawa- nannya. Allah I selalu memonitor lidah setiap kali berbicara: “Tidak suatu ucapanpun yang diucapkan kecuali ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaf: 18).

http://alashree.wordpress.com/2009/03/09/jangan-dekati-zina-bag-iv/

Read More......

Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah

Al-Khatharat (Pikiran Yang Melintas Di Benak)

Adapun “Al-Khatharat” (pikiran yang melintas di benak) maka urusannya lebih sulit. Di sinilah tempat dimulainya aktifitas, yang baik ataupun yang buruk. Dari sinilah lahirnya keinginan (untuk melakukan sesuatu) yang akhirnya berubah menjadi tekad yang bulat. Maka, barangsiapa yang mampu mengendalikan pikiran-pikiran yang melintas di benaknya, niscaya dia akan mampu mengendalikan diri dan menundukkan nafsunya. Namun, orang yang tidak bisa me- ngendalikan pikiran-pikirannya, maka hawa nafsunyalah yang berbalik menguasainya. Dan barangsiapa yang me- nganggap remeh pikiran-pikiran yang melintas di benaknya, maka tanpa dia inginkan, akan terseret pada kebinasaan.Pikiran-pikiran itu akan terus melintas di benak dan di dalam hati seseorang, sehingga akhirnya dia akan menjadi angan-angan tanpa makna(palsu). “Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya” (An-Nur: 39).Orang yang paling jelek cita-citanya dan paling hina, adalah orang yang merasa puas dengan angan-angan kosongnya. Dia pegang angan-angan itu untuk dirinya dan dia pun merasa bangga dan senang dengannya. Padahal, demi Allah, angan-angan itu adalah modal orang-orang yang pailit dan barang dagangan para pengangguran serta merupakan makanan pokok bagi jiwa yang kosong yang bisa merasa puas dengan gambaran-gambaran dalam khayalan, dan angan-angan palsu.Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair:- mendapatkan Su’da, dapat menghilangkan dahaga. Dengan angan-angan itu Su’da telah berhasil memberikan pada kita air dingin di kala haus.
- Angan-angan, yang sekiranya dapat menjadi kenyataan, tentu menjadi kebahagiaan, dan kalaupun tidak, maka sesungguhnya kita hidup senang beberapa waktu dengan angan-angan itu.
Angan-angan adalah sesuatu yang sangat berbahaya bagi manusia. Dia lahir dari sikap ketidakmampuan sekaligus kemalasan, dan melahirkan sikap lalai yang selanjutnya penderitaan dan penyesalan. Orang yang hanya berangan-angan -disebabkan karena dia tidak berhasil mendapatkan realita yang diinginkannya- sebagai pelampiasannya, maka dia merubah gambaran realita yang dia inginkan ke dalam hatinya; dia akan mendekap dan memeluknya erat-erat.Selanjutnya dia akan merasa puas dengan gambaran-gambaran palsu yang dikhayalkan oleh pikirannya.Padahal, itu semua, sedikitpun tidak akan membawa manfaat. Sama seperti orang yang sedang lapar dan haus, membayangkan gambaran makanan dan minuman namun dia tidak dapat memakan dan meminumnya.Perasaan tenang dan puas dengan kondisi semacam ini dan berusaha untuk memperolehnya, jelas menunjukkan betapa jelek dan hinanya jiwa seseorang. Sebab, kemuliaan jiwa seseorang, kebersihan, kesucian dan ketinggiannya, tidak lain adalah dengan cara membuang jauh-jauh setiap pikiran yang jauh dari realita dan dia tidak rela bila hal-hal tersebut sampai melintas di benaknya serta dia juga tidak sudi hal itu terjadi pada dirinya.Kemudian “khatharat” atau ide, pikiran yang melintas di benak itu, mempunyai banyak macam, namun pada pokoknya ada empat:
Pikiran yang orientasinya untuk mencari keuntungan-keuntungan dunia/materi.

  1. Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian dunia/materi.
  2. Pikiran yang orientasinya untuk mencari kemaslahatan akhirat.
  3. Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian akhirat.

Idealnya, seorang hamba hendaklah menjadikan pikiran-pikiran, ide-ide dan keinginannya hanya berkisar pada empat macam di atas. Bila kesemua bagian itu ada padanya, maka selagi mungkin dipadukan, hendaklah dia tidak mengabaikannya untuk yang lain. Kalau ternyata, pikiran-pikiran yang datang itu banyak dan bertumpang tindih, maka hendaklah dia mendahulukan yang lebih penting, yang dikhawatirkan akan kehilangan kesempatan untuk itu, kemudian mengakhirkan yang tidak terlalu penting dan tidak dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk itu.
Yang tersisa sekarang adalah dua bagian lagi, yaitu:Pertama , yang penting dan tidak dikhawatirkan kehila- ngan kesempatan untuk melakukannya.
Kedua, yang tidak penting namun dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya.
Dua bagian terakhir ini sama-sama mempunyai alasan untuk didahulukan. Di sinilah lahir sikap ragu-ragu dan bingung memilih. Bila dia dahulukan yang penting, dia khawatir akan kehilangan kesempatan untuk yang lain. Namun bila dia mendahulukan yang lain, dia akan kehilangan sesuatu yang penting. Begitulah, kadang-kadang seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang tidak mungkin dikumpulkan menjadi satu, yang mana salah satunya tidak dapat dicapai kecuali dengan mengorbankan yang lain.Di sinilah, akal, nalar dan pengetahuan itu berperan. Di sini akan diketahui, siapa orang tinggi, siapa orang yang sukses dan siapa orang yang merugi. Kebanyakan orang yang mengagungkan akal dan pengetahuannya, akan Anda lihat dia mengorbankan sesuatu yang penting dan tidak khawatir kehilangan kesempatan untuk itu, demi melakukan sesuatu yang tidak penting yang tidak dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya. Dan Anda tidak akan mendapatkan seorang pun yang selamat (dan terlepas) dari hal seperti itu. Hanya saja ada yang jarang dan ada pula yang sering menghadapinya.Dan sebenarnya yang dapat dijadikan sebagai penentu pilihan dalam masalah ini adalah sebuah kaidah besar dan mendasar yang merupakan poros berputarnya aturan-aturan syari’at, dan juga pada kaidah inilah dikembalikan segala urusan. Kaidah itu adalah mendahulukan kemaslahatan yang lebih besar dan lebih tinggi dalam dua pilihan yang ada walaupun harus mengorbankan kemaslahatan yang lebih kecil- kemudian kaidah itu pula menyatakan bahwa kita memilih kemudharatan yang lebih ringan untuk mencegah terjadinya mudharat yang lebih besar.
Jadi, sebuah kemaslahatan akan dikorbankan dengan tujuan mendapatkan kemaslahatan yang lebih besar, begitu pula sebuah kemudharatan akan dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya kemudharatan yang lebih besar.
Pikiran-pikiran serta ide-ide orang yang berakal itu tidak akan keluar dari apa yang kita jelaskan di atas. Dan karena itu datang berbagai syari’at atau aturan. Kemaslahatan dunia dan akhirat selalu didasarkan pada hal-hal tersebut. Dan pi- kiran-pikiran serta ide-ide yang paling tinggi, paling mulia dan paling bermanfaat ialah yang orientasinya untuk Allah I dan kebahagiaan di alam akhirat nanti.Kemudian, pikiran yang orientasinya adalah untuk Allah I ini bermacam-macam:Pertama : Memikirkan ayat-ayat Allah yang telah diturunkan dan berusaha untuk memahami maksud Allah dari ayat-ayat tersebut; dan memang untuk itulah Allah menurunkannya; tidak hanya sekedar untuk dibaca saja, namun membaca itu hanya media saja.
Sebagian ulama Salaf mengatakan: “Allah menurunkan Al-Qur’an untuk diamalkan, maka jadikanlah bacaan Al-Qur’an itu sebagai amalan.”

Kedua : Memikirkan dan memperhatikan ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaranNya yang dapat dilihat langsung; dan menjadikannya sebagai bukti akan nama-nama Allah, sifat-sifat, hikmah, kebaikan dan kemurahanNya. Dan Allah sendiri telah mendorong hamba-hambaNya untuk merenungkan tanda-tanda kebesaranNya, memikirkan dan memahaminya; Allah menegur dan mencela orang yang melalaikannya.

Ketiga: Memikirkan nikmat, kebaikan dan berbagai karunia yang Dia limpahkan kepada seluruh makhlukNya, dan merenungkan keluasan rahmat, ampunan dan kasih sayangNya.
Tiga hal di atas akan dapat mendorong lahirnya -dari hati seorang hamba- ma’rifatullah (pengetahuan tentang Allah), kecintaan serta perasaan cemas dan harap kepada-Nya. Dan bila tiga hal tadi dilakukan dengan kontinyu, disertai dengan dzikir kepada Allah, maka hati seorang hamba akan tercelup secara sempurna dengan ma’rifah dan kecintaan kepadaNya.

Keempat : Memikirkan aib, cela dan kelemahan yang ada pada jiwa dan amal perbuatan. Hal ini akan memberikan manfaat yang sangat besar. Ini merupakan pintu segala kebaikan. Ini juga sangat berperan dalam mengalahkan hawa nafsu yang selalu memerintahkan kejelekan. Bila nafsu yang jahat itu dapat dikalahkan maka nafsu muthmainnah (jiwa yang tenang)lah yang akan hidup, bangkit dan menjadi penentu segala keputusan. Lalu hatipun menjadi hidup dan kebijakan ada pada kerajaannya didengar; dia perintah para karyawan dan bala tentaranya untuk melakukan hal yang membawa kemaslahatannya.

Kelima: Memikirkan kewajiban terhadap waktu sekaligus bagaimana cara menggunakannya, serta menumpahkan seluruh perhatian terhadap pemanfaatan waktu. Seorang yang arif, akan selalu memanfaatkan waktunya, karena dia yakin, bila waktunya disia-siakan begitu saja, berarti dia telah menyia-nyiakan seluruh kemaslahatan (yang seharusnya dia dapatkan. pent). Sebab, seluruh kemaslahatan itu, tidak lain bisa timbul dan didapatkan melainkan dari adanya waktu. Dan bila disia-siakan (dan waktu itu sudah lewat. pent) maka dia tidak akan bisa mengembalikannya lagi untuk selamanya.

Al-Imam Asy-Syafi’i t berkata: “Aku pernah berteman dengan orang-orang sufi dan aku tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari mereka kecuali dua kalimat saja:
Pertama: “Waktu itu bagaikan pedang, bila engkau tidak memotongnya, dialah yang akan menebasmu.”
Kedua: “Dan nafsumu, bila engkau tidak menyibukkannya de- ngan kebenaran, maka dialah yang akan menyibukkanmu dengan kebathilan.”Waktu yang dimiliki manusia, itulah umur dia yang sebenarnya. Waktu itulah yang menjadi modal untuk kehidupannya yang abadi dalam kenikmatan abadi(Surga), sekaligus juga modal untuk kehidupan yang sengsara dalam adzab yang pedih(Neraka). Waktu itu berlalu lebih cepat dari perjalanan gumpalan awan. Maka, barangsiapa yang berhasil menjadikan waktunya untuk Allah dan bersama Allah, itulah kehidupan dan umurnya yang hakiki. Dan waktu yang tidak dipersembahkan untuk Allah tidaklah dihitung sebagai bagian dari kehidupannya. Walaupun dia hidup tapi kehidupannya laksana kehidupan binatang ternak. Bila seseorang menghabiskan waktunya penuh dengan kelalaian, syahwat dan angan-angan kosong atau yang paling baik hanya digunakan untuk tidur dan pengangguran, maka bagi orang semacam ini “mati” itu lebih baik daripada dia hidup.

Bila seorang hamba yang sedang melakukan shalat- tidak akan mendapatkan nilai dari shalatnya selain pada bagian yang dia pahami dari shalatnya, maka umurnya yang sesungguhnya adalah waktu yang dia habiskan untuk Allah dan dengan Allah.

Pikiran-pikiran atau ide-ide yang tidak termasuk salah satu bagian yang disebut di atas tadi, dapat kita kategorikan sebagai was-was syaithaniyah(bisikan-bisikan setan), angan-angan kosong atau halusinasi bohong, persis seperti pikiran-pikiran orang yang kurang waras akalnya, baik karena mabuk atau fly dan lain sebagainya. Di mana ketika segala hakikat kenyataan itu tampak, kondisi mereka saat itu mengatakan:

- Bila kedudukanku, saat dikumpulkan bersama kalian, seperti apa yang telah aku temui sendiri (sekarang ini), maka sungguh aku telah menyia-nyiakan hari-hariku.
- Angan-angan itu telah menguasai jiwaku dalam jangka waktu yang lama, dan hari ini, aku menganggapnya hanya sebagai bunga mimpi.Ketahuilah, sebenarnya pikiran-pikiran yang melintas itu tidaklah membahayakan, namun yang bahaya bila pikiran-pikiran itu sengaja didatangkan dan terjadi interaksi dengannya. Pikiran yang melintas itu laksana orang yang di suatu jalan, bila Anda tidak memanggilnya dan Anda biarkan dia, maka dia akan berlalu meninggalkan Anda. Namun bila Anda memanggilnya, Anda akan terpesona dengan percakapan, dusta dan tipuannya. Tindakan ini akan terasa begitu ringan bagi jiwa yang kosong penuh kebatilan, dan begitu berat dirasa oleh hati dan jiwa yang suci dan tenang.

Allah telah memasang dua macam nafsu pada diri manusia: Nafsu ammarah dan nafsu muthmainnah . Keduanya saling bertolak belakang. Segala sesuatu yang terasa ringan oleh yang satu, maka akan terasa berat oleh yang lain. Apa yang terasa nikmat oleh yang satu, maka akan terasa menyiksa oleh yang lain. Tak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu ammarah melebihi perbuatan yang dilakukan karena Allah dan lebih mendahulukan keridhaanNya dari pada hawa nafsunya, padahal tidak ada amal yang lebih bermanfaat baginya dari amal tersebut. Begitu pula, tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu muthmainnah dari perbuatan yang bukan untuk Allah dan mengikuti kemauan hawa nafsu. Padahal tidak ada amal yang lebih berbahaya baginya dari amal tersebut.

Dalam hal ini, malaikat itu berada di samping kanan hati manusia, sementara setan di samping kirinya. Dan pertarungan antara keduanya tidak akan pernah berhenti sampai ajal ditentukan (oleh Allah) di dunia ini. Seluruh bentuk kebatilan akan berpihak kepada setan dan nafsu ammarah. Sementara, semua macam kebenaran itu akan berpihak pada malaikat dan nafsu muthmainnah. Dalam peperangan itu, kalah dan menang datang silih berganti. Dan kemenangan itu ada bersama kesabaran. Maka barangsiapa yang benar-benar bersabar, berusaha keras dan bertakwa kepada Allah, niscaya baginya balasan yang baik, di dunia dan di akhirat nanti. Dan Allah pun telah menetapkan sebuah ketetapan yang tidak dapat dirubah selamanya; bahwa balasan baik itu adalah untuk ketakwaan, dan pahala itu adalah untuk mereka yang bertakwa.

Hati itu laksana papan yang kosong, dan pikiran-pikiran itu bagaikan tulisan yang diukir di atasnya. Maka, bagaimana bisa dikatakan pantas bagi seorang yang berakal bila papannya hanya berisi dusta, tipu daya, angan-angan kosong dan fatamorgana yang tidak ada realitanya? Hikmah, ilmu dan petunjuk macam apa yang diharapkan dari tulisan-tulisan itu? Apabila ia ingin melukiskan hikmah, ilmu dan petunjuk di papan hatinya, maka tak ubahnya seperti penulisan ilmu yang bermanfaat di sebuah tempat yang sudah penuh dengan tulisan lain yang tidak ada manfaatnya. Bila hati tidak kosong dari pikiran-pikiran kotor, maka pikiran-pikiran positif yang bermanfaat tidak akan dapat menetap di dalamnya, karena dia memang tidak dapat menempati kecuali tempat yang kosong. Seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair:
Aku telah didatangi oleh hawa nafsu sebelum aku kenal dengan hawa nafsu itu sendiri, maka ia temukan hati yang kosong, oleh karena itu ia dapat menguasaiku.Hal seperti ini banyak terjadi terhadap orang-orang tasawuf , mereka membangun kepribadian mereka dengan cara menjaga pikiran-pikiran yang melintas di dalam benak, mereka tidak memberikan kesempatan pada pikiran-pikiran tersebut untuk masuk ke dalam hati, sehingga hati itu dalam keadaan kosong dan dapat untuk melakukan kasyaf(menyingkap rahasia) dan menerima hakikat-hakikat yang bermakna tinggi di dalamnya.

Mereka itu menjaga diri mereka dari satu hal, tetapi mereka lalai dan kehilangan banyak hal yang lain. Sebab mereka kosongkan hati mereka dari lintasan-lintasan pikiran sehingga menjadi kosong, tidak ada apa-apa di dalamnya, tiba-tiba setan mendapatkannya dalam keadaan kosong, kemudian setan menanamkan di dalamnya kebatilan dan menggambarkannya sebagai sesuatu yang paling tinggi dan paling mulia, setan meletakkan hal itu sebagai ganti dari jenis pikiran-pikiran yang merupakan bahan dasar dari ilmu pengetahuan dan petunjuk.

Apabila hati itu sudah kosong dari berbagai macam pi- kiran, maka setan akan datang dengan menemukan tempat yang kosong untuknya. Setan akan berusaha untuk mengisinya dengan hal-hal sesuai dengan kondisi pemilik hati tersebut. Bila tidak berhasil mengisinya dengan pikiran-pikiran kotor, maka setan akan menyibukkannya dengan keinginan melepaskan diri dari keinginan-keinginan -yang sebenarnya- tidak ada kebaikan dan kesuksesan bagi seorang hamba kecuali bila keinginan-keinginan tersebut berhasil menguasai hatinya, yaitu mengosongkannya dari keinginan untuk mengikuti perintah Allah- yang memang dicintai dan diridhaiNya-, kemudian menyibukkan hati dan memperhatikan perintah-perintah tersebut secara rinci untuk kemudian melaksanakannya di masyarakat, lalu berusaha menyampaikan nya pada orang-orang dengan harapan mereka juga mau melaksanakannya. Dalam hal ini, setan akan berusaha menyesatkan orang yang mempunyai keinginan demikian dengan mengajak untuk meninggalkan keinginan baik tersebut dan melepaskannya, tidak usah memikirkan dunia dan masyarakat didalamnya.

Setan akan membisikkan kepada mereka bahwa kesempurnaan itu dapat mereka capai dengan cara melepaskan diri dan mengosongkan hati dari hal itu semua. Sungguh amat jauh ungkapan tersebut dari kebenaran. Karena, kesempurnaan itu hanya dapat diperoleh bila hati itu penuh terisi de- ngan keinginan dan pikiran yang baik serta usaha untuk merealisasikannya. Maka, manusia yang paling sempurna adalah mereka yang paling banyak memiliki pikiran dan keinginan untuk tunduk kepada perintah Allah, mencari keridhaanNya. Sebagaimana manusia yang paling hina adalah mereka yang paling banyak memiliki keinginan dan pikiran untuk memenuhi hawa nafsunya di mana saja dia berada. Wallahul musta’an (Allah-lah tempat mohon pertolongan).

Lihatlah, Umar bin Khaththab t, pikirannya penuh de- ngan keinginan dalam mencari keridhaan Allah. Barangkali dia dalam keadaan shalat, namun saat itu dia juga sedang mempersiapkan tentaranya (untuk jihad). Dengan demikian dia telah berhasil mengumpulkan antara jihad dan shalat, sehingga beberapa ibadah masuk berkumpul dalam satu ibadah.

Ini adalah satu hal yang mulia dan agung, tidak akan tahu tentang hal ini kecuali mereka yang mempunyai keinginan yang benar-benar kuat dan pandai mencari, luas ilmunya serta tinggi cita-citanya, di mana dia masuk dalam satu ibadah namun dia juga mendapatkan ibadah-ibadah yang lain. Itulah karunia Allah yang diberikan pada siapa yang dikehendakinya.

http://alashree.wordpress.com/2009/03/09/jangan-dekati-zina-bag-iii/

Read More......

Empat Pintu Masuk Maksiat Pada Hamba

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah

Sebagian besar maksiat itu terjadi pada seorang hamba melalui empat pintu yang telah kita sebutkan di atas. Sekarang, marilah kita ikuti pembahasan tentang empat pintu tersebut di bawah ini:

Al-Lahazhat (Pandangan Pertama)

Yang satu ini bisa dikatakan sebagai ‘provokator’ syahwat atau ‘utusan’ syahwat. Oleh karenanya, menjaga pandangan merupakan pokok dalam usaha menjaga kemaluan. maka barangsiapa yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang kebinasaan.
Rasulullah bersabda:
“Janganlah kamu ikuti pandangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya.”() Dan di dalam Musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari Rasulullah :

“Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis. Maka barangsiapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari Kiamat.”() Inilah kurang lebih makna hadits tersebut.

Beliau juga bersabda:

“Palingkanlah pandangan kalian dan jagalah kemaluan kalian.”()

Dalam hadits lain beliau bersabda:

“Janganlah kalian duduk-duduk di (tepi-tepi) jalan.” Mereka berkata: “Ya Rasulullah, tempat-tempat duduk kami pasti di tepi jalan.” Beliau bersabda: “Jika kalian memang harus melakukannya, maka hendaklah memberikan hak jalan itu.” Mereka bertanya: “Apa hak jalan itu?” Jawab beliau: “Memalingkan pandangan (dari hal yang dilarang Allah, pent), menyingkirkan gangguan dan menjawab salam.”()Pandangan adalah asal muasal seluruh musibah yang menimpa manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak, kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang melahirkan syahwat, dan dari syahwat itu timbullah keinginan. Kemudian keinginan ini menjadi kuat dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya, apa yang tadinya hanya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan dan itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang menghalanginya. Oleh karenanya, dikatakan oleh sebagian ahli hikmah, bahwa: “Bersabar dalam menahan pandangan mata (bebannya) adalah lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya.”Seorang penyair mengatakan:

Setiap kejadian musibah(praktek zina) itu bermula dari pandangan, seperti kobaran api berasal dari percikan api yang kecil.
Betapa banyak pandangan yang berhasil menembus ke dalam hati pemiliknya, seperti tembusnya anak panah yang di lepaskan dari busur dan talinya.
-Seorang hamba, selama dia masih mempunyai kelopak mata yang dia gunakan untuk memandang orang lain, maka dia berada pada posisi yang membahayakan.
- (Dia memandang hal-hal yang) menyenangkan matanya tapi membahayakan jiwanya, maka janganlah kamu sambut kesenangan yang akan membawa malapetaka.

Di Antara Bahaya PandanganYaitu pandangan yang dilepaskan begitu saja itu dapat menimbulkan perasaan gundah, tidak tenang dan hati yang terasa dipanas-panasi. Seseorang bisa saja melihat sesuatu, yang sebenarnya dia tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan, namun dia tidak sabar untuk melihatnya. Tentu, merupakan siksaan yang berat pada batin Anda bila ternyata Anda melihat sesuatu yang Anda tidak bisa sabar untuk tidak melihat walaupun sebagian dari sesuatu tersebut, namun Anda juga tidak mampu untuk melihatnya.

Seorang penyair berkata:

- Bila -suatu hari- engkau lepaskan pandangan matamu mencari (mangsa) untuk hatimu, niscaya apa-apa yang dipandangnya akan melelahkan (menyiksa) diri kamu sendiri.
– Engkau melihat sesuatu yang engkau tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan dan engkau juga tidak bisa bersabar untuk tidak melihat (walau hanya) sebagian dari sesuatu itu.Lebih jelasnya, bait syair di atas maksudnya: Engkau akan melihat sesuatu yang engkau tidak sabar untuk tidak melihatnya walaupun hanya sedikit, namun saat itu juga engkau tidak mampu untuk melihatnya sama sekali walaupun hanya sedikit.
Betapa banyak orang yang melepaskan pandangannya tanpa kendali akhirnya dia binasa dengan pandangan-pandangan itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair:

Wahai orang yang memandang, tidaklah dia sampai tuntas menyelesaikan pandangannya, sehingga dia sendiri akan menjauh dan jatuh binasa karena pandangan-pandangannya sendiri.

Ada untaian bait lain yang mengatakan:

- (Mungkin) dia sudah bosan selamat, hingga dia biarkan pandangannya menyaksikan apa yang menurutnya indah.
– Begitulah; dia terus melanjutkan satu pandangan de- ngan pandangan yang lain, sehingga akhirnya dia menjauh dan jatuh binasa karena pandangan-pandangannya sendiri.Suatu hal yang lebih mengherankan, yaitu bahwa pandangan yang dilakukan oleh seseorang itu merupakan anak panah yang tidak pernah mengena pada sasaran yang dipandang, sementara anak panah itu benar-benar mengena di hati orang yang memandang. Ada untaian bait syair yang mengatakan:

- Wahai orang yang dengan sungguh-sungguh melempar anak panah pandangannya; Engkaulah sebenarnya yang menjadi korban dari apa yang kamu lempar itu dan engkau tidak berhasil membidik orang yang engkau pandang.
– Dan orang selalu melepas pandangannya, dia akan kehilangan kesehatannya. (Oleh karena itu) kurunglah pandanganmu itu, jangan sampai dia mendatangkan musibah kepadamu.Suatu hal yang lebih mengherankan lagi, yaitu bahwa satu pandangan (padahal yang dilarang) itu dapat melukai hati dan (dengan pandangan yang baru) berarti dia menoreh luka baru di atas luka lama; Namun ternyata derita yang ditimbulkan oleh luka-luka itu tak mencegahnya untuk kembali terus menerus melakukannya.

- Kau senantiasa mengikutkan satu pandangan dengan pandangan lainnya untuk menyaksikan (wanita) cantik dan (pria) tampan.
– Dan kau mengira bahwa itu dapat mengobati luka (syahwat)mu, padahal, dengan itu berarti kau menoreh luka di atas luka.
– Kau korbankan matamu dengan pandangan dan ta ngisan, sementara hatimu juga (menjerit seperti) disembelih habis-habisan.Oleh karena itu dikatakan : “Sesungguhnya menahan pandangan hatimu itu lebih mudah daripada menahan langgengnya penyesalan”.

http://alashree.wordpress.com/2009/03/07/jangan-dekati-zina-bag-ii/

Read More......


Pembaca mulia, kata “malu” dalam bahasa Arab adalah الحياء /al-hayaa`/. Kata ini, merupakan derivat dari kata الحياة /al-hayaah/, yang artinya adalah “kehidupan”. Selain الحياء, contoh derivat lain kata الحياة adalah حيا /hayaa/, yang artinya hujan”. Apa kaitan antara hujan dan kehidupan? Kaitannya adalah bahwa hujan merupakan sumber kehidupan bagi bumi, tanaman, dan hewan ternak.

Dalam bahasa Arab, al-hayaah “kehidupan” mencakup kehidupan dunia dan akhirat.

Lalu, kembali ke pokok bahasan utama, apa kaitan al-hayaa` “malu” dengan al-hayaah “kehidupan”?

Jawabannya adalah karena orang yang tidak memiliki rasa malu, ia seperti mayat di dunia ini, dan ia benar-benar akan celaka di akhirat.

Orang yang tidak memiliki rasa malu, tidak merasa risih ketika bermaksiat.

Ketika ia mempertontonkan lekuk-lekuk tubuhnya dan memamerkan auratnya, ia tidak merasa bahwa itu adalah perbuatan yang menjijikkan….

Ketika ia berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya di tengah keramaian, ia tidak peduli dengan tatapan heran manusia…

Ketika ia melanggar setiap larangan Allah, ia anggap sebagai rutinitas, seolah-olah dia tidak merasa bahwa dirinya hina…

Benar, ia seperti mayat. Ya! apapun yang terjadi di sekitar mayat, tiada kan dapat mendatangkan manfaat baginya…

Maka, benarlah perkataan Ibnul Qayyim

ومن عقوباتها ذهاب الحياء الذي هو مادة الحياة للقلب وهو أصل كل خير وذهاب كل خير بأجمعه

Di antara dampak maksiat adalah menghilangkan MALU yang merupakan SUMBER KEHIDUPAN hati dan inti dari segala kebaikan. Hilangnya rasa malu, berarti hilangnya seluruh kebaikan.
(الجواب الكافي لمن سأل عن الدواء الشافي, hal. 45)

Ini sebagaimana sabda Nabi

الحياء خير كله

/Al-hayaa` khairun kulluhu/
“Rasa malu seluruhnya adalah kebaikan”
(Shahih Muslim: 87)

Oleh karena itu, seseorang yang bermaksiat dan terus menerus melakukannya, dikatakan sebagai orang yang tidak tahu malu. Nabi bersabda

إن مما أدرك الناس من كلام النبوة الاولى اذا لم تستح فاصنع ماشئت

“Sesungguhnya termasuk yang pertama diketahui manusia dari ucapan kenabian adalah jika kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu!”
(Shahih Bukhari: 5769)

Dalam menjelaskan maksud hadits di atas, Ibnul Qayyim berkata,

والمقصود ان الذنوب تضعف الحياء من العبد حتى ربما انسلخ منه بالكلية حتى ربما انه لايتأثر بعلم الناس بسوء حاله ولا باطلاعهم عليه بل كثير منهم يخبر عن حاله وقبح ما يفعله والحامل على ذلك انسلاخه من الحياء وإذا وصل العبد الى هذه الحالة لم يبق في صلاحه مطمع

Maksudnya, dosa-dosa akan melemahkan rasa malu seorang hamba, bahkan bisa menghilangkannya secara keseluruhan. Akibatnya, pelakunya tidak lagi terpengaruh atau merasa risih saat banyak orang mengetahui kondisi dan perilakunya yang buruk. Lebih parah lagi, banyak di antara mereka yang menceritakan keburukannya. Semua ini disebabkan hilangnya rasa malu. Jika seseorang sudah sampai pada kondisi tersebut, tidak dapat diharapkan lagi kebaikannya.
(الجواب الكافي لمن سأل عن الدواء الشافي, hal. 45)

Akhirnya, saya akhiri risalah ini dengan mengutip lagi perkataan Ibnul Qayyim

ومن استحي من الله عند معصيته استحى الله من عقوبته يوم يلقاه ومن لم يستح من الله تعالى من معصيته لم يستح الله من عقوبته

Barangsiapa malu terhadap Allah saat mendurhakaiNya, niscaya Allah akan malu menghukumnya pada hari pertemuan dengan-Nya.
Demikian pula, barangsiapa tidak malu mendurhakaiNya, niscaya Dia tidak malu untuk menghukumnya.

Referensi:
Kitabالجواب الكافي لمن سأل عن الدواء الشافي yang juga dikenal dengan nama الداء والدواء, karya محمد بن أبي بكر أيوب الزرعي أبو عبد الله (yang dikenal dengan nama Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah). Penerbit: دار الكتب العلمية – بيروت (via software المكتبة الشاملة).

Senin, 4 januari 2010
Seusai Shalat Shubuh di Masjid Al-Ashri
Abu Muhammad Al-‘Ashri

http://alashree.wordpress.com/2010/01/04/rahasia-malu-arab/

===============================

Lihat Pula Artikel Rahasia Bahasa Arab yang Lain:

Read More......

Pembaca mulia, sebagai seorang muslim, kita tentu sering mendengar –bahkan sejak kita kecil- bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang paling jelas dan paling indah sehingga dipilih sebagai bahasa Al-Qur’an, bahasa umat Islam.

Namun, barangkali kebanyakan di antara kita sering timbul pertanyaan, “Di mana letak keindahan bahasa Arab?” atau “saya membaca terjemahan Al-Qur’an kok biasa-biasa saja, tidak sesuai kaidah bahasa Indonesia lagi atau jika disesuaikan, malah kaku jadinya” atau pertanyaan-pertanyaan semisal.

Pembaca mulia, apakah kita pernah mempelajari bahasa Arab? Jika jawabannya “Belum”, sangat wajar apabila pertanyaan-pertanyaan di atas dapat muncul. Sesunggunya siapa pun yang tidak menguasai bahasa Arab, tidak akan bisa mengetahui, di mana letak keindahannya.

Nah, untuk mengungkap seluruh keindahan bahasa Arab, tentunya tidak akan cukup dalam satu artikel. Dalam kesempatan ini, penulis akan coba ketengahkan salah satu rahasia bahasa Arab dalam hal preposisi (kata depan) semata. Ya, sebatas preposisi pun mempunyai makna yang dalam.

Alasan ditulisnya artikel ini adalah ketika beberapa waktu yang lalu, penulis mendapat undangan pernikahan dari salah seorang ikhwan. Dalam undangan tersebut, teretera doa walimah

بارك الله لك و بارك عليك و جمع بينكما في خير1
/baarakallahu lak, wa baaraka ‘alaik, wa jama’a bainakuma fii khair/

Doa di atas, sering diterjemahkan
Semoga Allah memberi berkah padamu, dan semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.”

Sekilas, terjemahan di atas sudah tampak benar. Akan tetapi, terjemahan tersebut belumlah mewakili makna yang terkandung dalam doa walimah tersebut.

Setelah melihat undangan tersebut, penulis menjadi teringat penjelasan Al-Ustadz Al-Fadhil Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif tentang perbedaan preposisi اللام dan في dalam doa walimah secara khusus, dan dalam penggunaan bahasa Arab secara umum. Hal ini beliau sampaikan ketika beliau memberi materi dalam daurah bahasa Arab kelas takhossus Angkatan XI pertengahan tahun 2006 di Ma’had Al-Furqon Gresik. Beliau juga memberikan faidah tambahan setelah menjelaskan makna doa walimah tersebut, yang insya Allah akan penulis tuangkan dalam artikel ini.

Rahasia Preposisi اللام dan في
Pembaca mulia, bila dilihat secara leksikal, memang tidak salah apabila kita menemui kalimat
بارك الله لك و بارك عليك و جمع بينكما في خير
Lalu kita terjemahkan,

Semoga Allah memberi berkah padamu, dan semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan

Pertanyaannya adalah, “Apakah pembaca dapat membedakan makna padamu dan atasmu dalam terjemah doa walimah di atas? Tentu tidak bisa bukan?

Penjelasan
Pembaca mulia, preposisi اللام /laam/ secara harfiyyah artinya memang bisa diterjemahkan ‘pada’. Adapun على /’alaa/ dapat diterjemahkan ‘di atas’. Akan tetapi, jika kedua preposisi tersebut terdapat dalam satu kalimat secara bersamaan, makna preposisi tersebut tidak bisa lagi diterjemahkan secara harfiyyah’ pada’ atau ‘di atas’ lagi. Namun, makna اللام menunjukkan makna yang baik, sedangkan menunjukkan makna yang buruk. Oleh karena itu, jika memerhatikan hal ini, doa walimah di atas jika diterjemahkan akan menjadi panjang, yaitu:

“Semoga Allah memberi berkah padamu di saat rumah tanggamu dalam keadaan harmonis, dan semoga Allah (tetap) memberi berkah padamu di saat rumah tanggamu terjadi kerenggangan (terjadi prahara), dan semoga Dia (Allah) mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.

Nah, bagaimana arti di saat rumah tanggamu dalam keadaan harmonis bisa muncul? Jawabnya adalah karena adanya preposisi اللام yang makna menunjukkan hal-hal yang baik jika disandingkan dengan preposisi على dalam satu kalimat. Konteks kalimat di atas adalah pernikahan, sehingga diketahui secara pasti bahwa hal-hal yang baik dalam pernikahan adalah ketika pasangan hidup dalam keadaan harmonis.

Demikian pula sebaliknya, arti di saat rumah tanggamu terjadi kerenggangan (terjadi prahara) dapat muncul sebagai terjemahan dari preposisi على . Preposisi ini akan menunjukkan makna yang buruk jika disandingkan dengan preposisi اللام dalam satu kalimat. Konteks kalimat di atas adalah penikahan, sehingga diketahui secara pasti bahwa hal-hal yang buruk dalam penikahan adalah ketika pasangan hidup mengalami kerenggangan atau prahara dalam rumah tangganya.

Hal ini membawa pelajaran penting bagi setiap orang yang akan menikah bahwa Nabi sudah mengisyaratkan dalam rumah tangga yang akan dihadapi tidaklah selamanya dalam keadaan yang bahagia dan harmonis. Setelah menikah nanti, seorang istri akan melihat sisi lain dari sang suami, yang tidak ia ketahui sebelum menikah. Demiakian pula sebaliknya, sang suami akan melihat banyak hal yang tidak diketahuinya dari si istri setelah ia bergaul dengan istri beberapa hari pasca pernikahan. Pertengkaran sangat mungkin terjadi antara suami dengan istri, yang bisa muncul karena adanya kecemburuan, kesalahan dari salah satu pihak, bahkan karena adannya hal-hal sepele sekalipun. Dalam kondisi prahara ini, Nabi mengisyaratkan bahwa Allah bisa akan tetap memberi berkah pada suami istri tersebut. Bagaimana sikap suami ketika mengadapi kesalahan istri, demikian pula bagaimana istri ketika menghadapi kesalahan suami adalah hal-hal yang telah diajarkan dalam syariat Islam.

Anggapan bahwa rumah tangga selamanya 100% akan harmonis, tanpa ada perselisihan dan pertengkaran adalah anggapan yang keliru. Bagi yang sudah menikah, tentu mengetahui hal ini. Nabi kita yang mulia, memberi sifat bagi wanita bahwa mereka adalah kaca-kaca, sebagaimana dalam sabdanya,

ارفق بقوارير
Lembutlah kamu kepada kaca-kaca (maksudnya para wanita)

Dalam kitab Fathul bari, dijelaskan bahwa wanita disamakan dengan kaca karena begitu cepatnya mereka berubah dari ridho menjadi tidak ridho, dan karena tidak tetapnya mereka (mudah berubah sikap dan pikiran), sebagaimana kaca yang mudah untuk pecah dan tidak menerima kekerasan.2

Oleh karena itu, ulama jenius, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, memberikan nasehat kepada kita tentang wanita,

Sebuah kata yang Engkau ucapkan bisa menjadikannya menjauh darimu sejauh bintang di langit, dan dengan sebuah kata yang Engkau ucapkan, bisa menjadikannya dekat di sisimu.”3

Bahkan, Nabi sendiri juga menjelaskan bahwa sangat memungkinkan suami akan mendapati hal-hal yang tidak ia kehendakai pada istrinya, tetapi hal tersebut Nabi larang dijadikan alasan untuk membenci istrinya tersebut, sebagaimana dalam sabda beliau

لا يفرك مؤمن مؤمنة إن كره منها خلقا رضي منها آخر
Janganlah seorang mukmin benci kepada seorang wanita mukminah (istrinya). Jika ia membenci sebuah sikap (akhlak) istrinya, maka ia akan ridho dengan sikapnya (akhlaknya) yang lain)”4

Maka, benarlah apa yang pernah disampaikan Al-Ustadz Firanda bahwa

“Suami yang paling sedikit mendapat taufiq dari Allah dan yang paling jauh dari kebaikan adalah seorang suami yang melupakan seluruh kebaikan-kebaikan istrinya, atau pura-pura melupakan kebaikan istrinya dan menjadikan kesalahan-kesalahan istrinya selalu di depan matanya. Bahkan terkadang kesalahan istrinya yang sepele dibesar-besarkan, apalagi dibumbui dengan prasangka-prasangka buruk yang akhirnya menjadikannnya berkesimpulan bahwa istrinya sama sekali tidak memiliki kebaikan.”

Ustadz Firanda juga menyampaikan bahwa di antara yang dilakukan syaitan kepada suami tatkala marah kepada istrinya ialah dengan berkata,

” Sudahlah ceraikan saja dia, masih banyak wanita yang shalihah, cantik lagi.., ayolah jangn ragu-ragu…” Syaithan juga berkata, “Cobalah renungkan jika Engkau hidup dengan wanita seperti ini.., bisa jadi di kemudian hari ia akan membangkang kepadamu… Atau syaithan berkata, “Tidaklah istrimu itu bersalah kepadamu kecuali karena ia tidak menghormatimu.. atau kurang sayang kepadamu, karena jika ia sayang kepadamu ia tidak akan berbuat demikian.”

—Selesai penjelasan Ustadz Firanda—

Demikianlah, syaithan berusaha memisahkan hubungan antara suami dengan istri. Kesempatan yang tidak disia-siakan syaithan adalah ketika suami melihat satu kesalahan istrinya, maka syaithan akan membisiki sang suami untuk menjauhinya sampai menceraikannya. Namun, ingatlah kembali lafadz بارك عليكSemoga Allah memberi berkah kepadamu ketika kamu ditimpa prahara’ ketika manusia mengucapkannya di saat Anda menikah dulu.

Lalu, bagaimana agar Allah tetap memberi berkah ketika rumah tangga ditimpa prahara dan pertengkaran? Ketika penulis berupaya menyusun risalah untuk menjawab pertanyaan ini, penulis sudah membayangkan berpuluh-puluh halaman untuk menyelesaikannya. Maka, hal tersebut akan penulis sajikan dalam artikel tersendiri. Namun, satu kunci pembuka untuk menjawab pertanyaan di atas adalah sabda Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ألا إن المرأة خلقت من ضلع و أنك إن ترد إقامتها تكسرها فدارها تعش بها
Ketahuilah bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk, dan jika Engkau ingin meluruskannya, maka Engkau akan mematahkannya. Oleh karenanya, berbasa-basilah! Niscaya Engkau bisa menjalani hidup dengannya.”5

Maka, benarlah perkataan Adh-Dhohak,

Jika terjadi pertengkaran antara seorang dengan istrinya, janganlah ia bersegera untuk mencerainya. Hendaknya ia bersabar terhadapnya , mungkin Allah akan menampakkan dari istrinya apa yang disukainya.”6

Bumi Allah,

Ahad, 26 April 2009 pukul. 20.57

Ketika dinginnya malam semakin merasuk ke dalam tubuhku….

____________________________FOOTNOTE________________________________

1] Lihat kitab المستدرك على الصحيحين /al-mustadral ‘ala shahihain/, karya محمد بن عبدالله أبو عبدالله الحاكم النيسابوري /Muhammad bin Abdillah Abu ‘Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi/, cet. I Beirut, tahun 1411 H / 1990 M : Darul Kutub Al-Ilmiyyah, tahqiq: Musthafa Abdul Qadir Atha, juz II, hal. 199, hadits nomor: 2745. Kitab ini dicetak bersama kitab تعليقات الذهبي في التلخيص /ta’liqat Adz-Dzahabi fi At-Talkhiis/.

2] Periksan dalam Fathul Bari X/545

3] Periksa dalam kitab Syarhul Mumti’, XII/385.

4] Lihat kitab صحيح مسلم /shahihil muslim/, karya مسلم بن الحجاج أبو الحسين القشيري النيسابوري /Muslim bin Al-Hajjaj Abul Husain Al-Qusyairi An-Naisaburi, cet. Beirut: Daar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi, juz. II, hal. 1091, hadits nomor: 1469. Kitab ini dicetak bersama kitab تعليق محمد فؤاد عبد الباقي /Ta’liq Muhammad Fuad Abdul Baqi/.

5] Lihat Kitab Lihat kitab المستدرك على الصحيحين /al-mustadral ‘ala shahihain/, karya محمد بن عبدالله أبو عبدالله الحاكم النيسابوري /Muhammad bin Abdillah Abu ‘Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi/, cet. I Beirut, tahun 1411 H / 1990 M : Darul Kutub Al-Ilmiyyah, tahqiq: Musthafa Abdul Qadir Atha, juz 4, hal. 192, hadits nomor: 7334. Kitab ini dicetak bersama kitab تعليقات الذهبي في التلخيص /ta’liqat Adz-Dzahabi fi At-Talkhiis/.

6] Periksa kitab Ad-Dur Al-Mantsur II/465


http://alashree.wordpress.com/2009/04/26/rahasia-%D8%A7%D9%84%D9%84%D8%A7%D9%85-dan-%D8%B9%D9%84%D9%89-dalam-doa-pernikahan/

Read More......