Dari Abu Sa’ad bin Abu Fudhalah Al-Anshari salah seorang sahabat Nabi -alaihishshalatu wassalam-, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا جَمَعَ اللَّهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيهِ, نَادَى مُنَادٍ: مَنْ كَانَ أَشْرَكَ فِي عَمَلٍ عَمِلَهُ لِلَّهِ فَلْيَطْلُبْ ثَوَابَهُ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ “Apabila Allah mengumpulkan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terakhir pada hari kiamat – yang tidak ada keraguan dalamnya-, maka akan ada seorang penyeru yang menyeru, “Barangsiapa berbuat syirik dalam suatu amalan yang dia kerjakan untuk Allah, hendaknya dia meminta balasan pahalanya kepada selain Allah tersebut. Karena sesungguhnya Allah Maha tidak membutuhkan sekutu.” (HR. At-Tirmizi no. 3079, Ibnu Majah no. 4193, dan Ahmad no. 17215, serta dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 482)

Dari Abu Said Al-Khudri -radhiallahu anhu- dia berkata:
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ, فَقَالَ: أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنْ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ؟ قُلْنَا: بَلَى. فَقَالَ: الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar bersama kami, sementara kami sedang berbincang-bincang tentang dahsyatnya fitnah Al-Masih Ad-Dajjal. Maka beliau bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang sesuatu yang lebih aku khawatirkan menimpa diri kalian daripada Al-Masih Ad-Dajjal?” Kami menjawab, “Tentu.” Beliau bersabda, “Syirik yang tersembunyi, yaitu seseorang mengerjakan shalat lalu dia membaguskan shalatnya karena ada seseorang yang memperhatikannya.” (HR. Ibnu Majah no. 4194 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 2607)

Penjelasan ringkas:

Riya` dan termasuk di dalamnya sum’ah adalah mengamalkan ibadah dengan niat untuk mendapatkan bagian dunia, baik berupa pujian, harta, kedudukan, wanita, dan semacamnya, dan dia termasuk syirik asghar atau syirik khafi (bagi yang menyamakan keduanya). Dan riya` ini walaupun dia syirik asghar, akan tetapi dosanya lebih besar dibandingkan pembunuhan dan perzinahan, karena dia merupakan kesyirikan, dan kesyirikan dosanya lebih besar dibandingkan dosa-dosa besar selain syirik.

Pelaku riya` ini, tatkala di dunia dia ingin mendapatkan pujian dan penghormatan dari orang karena ibadahnya, maka pada hari kiamat Allah akan mempermalukannya di hadapan seluruh makhluk dengan menyuruhnya untuk mencari pahala amalan kepada makhluk yang dia harapkan pujiannya di dunia. Tidak cukup sampai di situ, setelah Allah Ta’ala mempermalukannya di hadapan seluruh makhluk, Allah Ta’ala langsung mencampakkan para pelaku riya` ini ke dalam jahannam. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah,
“Sesungguhnya manusia paling pertama yang akan dihisab urusannya pada hari kiamat adalah: Seorang lelaki yang mati syahid, lalu dia didatangkan lalu Allah membuat dia mengakui nikmat-nikmatNya dan diapun mengakuinya. Allah berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat padanya?” dia menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berfirman, “Kamu berdusta, akan tetapi sebenarnya kamu berperang agar kamu dikatakan pemberani, dan kamu telah dikatakan seperti itu (di dunia).” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan masuk ke dalam neraka. Dan (orang kedua adalah) seseorang yang mempelajari ilmu (agama), mengajarkannya, dan dia membaca (menghafal) Al-Qur`an. Maka dia didatangkan lalu Allah membuat dia mengakui nikmat-nikmatNya dan diapun mengakuinya. Allah berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat padanya?” dia menjawab, “Aku mempelajari ilmu (agama), mengajarkannya, dan aku membaca Al-Qur`an karena-Mu.” Allah berfirman, “Kamu berdusta, akan tetapi sebenarnya kamu menuntut ilmu agar kamu dikatakan seorang alim dan kamu membaca Al-Qur`an agar dikatakan, “Dia adalah qari`,” dan kamu telah dikatakan seperti itu (di dunia).” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan masuk ke dalam neraka. Dan (yang ketiga adalah) seseorang yang diberikan keluasan (harta) oleh Allah dan Dia memberikan kepadanya semua jenis harta. Maka dia didatangkan lalu Allah membuat dia mengakui nikmat-nikmatNya dan diapun mengakuinya. Allah berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat padanya?” dia menjawab, “Aku tidak menyisakan satu jalanpun yang Engkau senang kalau seseorang berinfak di situ kecuali aku berinfak di situ untuk-Mu.” Allah berfirman, “Kamu berdusta, akan tetapi sebenarnya kamu melakukan itu agar dikatakan, “Dia adalah orang yang dermawan,” dan kamu telah dikatakan seperti itu (di dunia).” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan masuk ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 1905)


Hadits di atas jelas menunjukkan bahwa para pelaku riya` adalah makhluk yang pertama kali merasakan panasnya api neraka, mereka terlebih dahulu dicampakkan ke dalam neraka sebelum para penyembah berhala, wal ‘iyadzu billah. Karenanya dengan semua kejelekan riya` di atas, sangat wajar kalau Nabi -alaihishshalatu wassalam- lebih mengkhawatirkan riya` akan menimpa para sahabat -padahal mereka adalah orang-orang yang tinggi ilmu dan keimanannya-, melebihi kekhawatiran beliau terhadap jeleknya fitnah Dajjal. Ini menunjukkan bahwa seorang yang saleh bisa saja terjatuh ke dalam riya` dalam keadan sadar maupun tidak sadar, karenanya Nabi -alaihishshalatu wassalam- mengingatkan para sahabatnya agar waspada dari fitnah yang satu ini.

Amalan pelaku riya` adalah tertolak dan tidak akan diterima oleh Allah. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam- bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman dalam hadits Qudsy,
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan apapun yang dia mempersekutuhkan Aku bersama selain-Ku dalam amalan tersebut, maka akan saya tinggalkan amalannya dan siapa yang dia persekutukan bersama saya”. (HR. Muslim no. 2985 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)


Dan barangsiapa yang amalannya tertolak maka dia wajib untuk mengulanginya jika itu adalah amalan yang wajib. Karenanya barangsiapa yang shalat maghrib karena riya` atau sum’ah maka shalat maghribnya tidak akan diterima dan dia harus mengulangi shalat maghrib tersebut. Demikian halnya dengan amalan-amalan wajib lainnya. Lihat keterangan tambahan di: http://al-atsariyyah.com/?p=823

Hukum amalan yang bercampur dengan riya`:

Munculnya riya` dalam amalan bisa pada dua tempat:

1. Munculnya di awal ibadah.

Yakni riya` sudah ada sebelum dia mulai beribadah, sehingga yang mendorongnya untuk beribadah adalah riya` itu. Dalam keadaan seperti ini dia telah terjatuh ke dalam riya` dan ibadah yang dia kerjakan itu batal serta dia harus mengulangnya.

1. Munculnya di pertengahan ibadah.

Dalam keadaan seperti ini pelakunya mempunyai dua keadaan:

1. Dia berusaha untuk melawan dan menghilangkan riya` tersebut, bahkan mungkin dia jadi tidak konsentrasi dalam ibadahnya karena berusaha menolak riya` setiap kali muncul. Dalam keadaan seperti ini ibadahnya syah bahkan dia bisa mendapatkan pahala karena berjihad melawan setan dan hawa nafsunya.
2. Dia tidak berusaha untuk menolaknya, bahkan dia merasa tenang dan bertambah khusyu’ dalam riya`nya. Dalam keadaan seperti ini butuh dilihat jenis ibadahnya:
1. Jika ibadahnya berhubungan antara awal dan akhirnya maka ibadah tersebut batal dan dia harus mengulanginya karena dia telah berbuat kesyirikan.

Maksud ibadah yang berhubungan antara awal dan akhirnya adalah jika akhirnya batal maka awalnya juga batal. Misalnya shalat, wudhu, dan semacamnya. Jika rakaat ketiga shalat batal karena berhadats maka rakaat pertama juga batal, karena semuanya saling berhubungan.

1. Jika amalannya tidak berhubungan antara awal dan akhir, semisal: Sedekah, membaca Al-Qur`an, dan semacanya. Karena pahala sedekah hari ini tidak berhubungan dengan sedekah kemarin dan pahala ayat yang satu tidak berhubungan dengan ayat sebelum dan setelahnya. Hukum amalan yang seperti ini jika kemasukan riya` adalah, yang batal hanyalah bagian amalan yang terkena riya`, adapun bagian amalan yang tidak terkena riya` maka itu tetap syah dan dia tetap mendapatkan pahala.

Misalnya: Kemarin dia bersedekah Rp. 100.000,- dengan ikhlas, tapi karena dia mendengar ada orang yang memujinya maka hari ini dia bersedekah RP. 200.000,- dengan riya`, maka yang batal hanyalah sedekah hari ini sementara sedekah kemarin tetap syah. Demikian pula halnya jika dia ikhlas dalam membaca ayat 1-3 surah Al-Fatihah dan riya` pada ayat 4-7 darinya, maka yang batal pahalanya hanyalah pahala ayat 1-3. Demikian pula kita katakan dalam masalah puasa.

http://al-atsariyyah.com/?p=1629

0 comments:

Posting Komentar