Abu Umar bin Abdil Barr rahimahullah berkata:
“Menuntut illmu itu ada tahapan tahapannya. Ada marhalah-marhalah dan tingkatan tingkatannya. TIdak sepantasnya bagi penuntut ilmu untuk melanggar/melampaui urutan urutan tersebut. B arangsiapa sekaligus melanggarnya, ber arti telah melanggar jalan yang telah ditempuh oleh salafus shalih rahimahullah. Dan barangsiapa melanggar jalan yang mereka tempuh secara sengaja, maka dia telah salah jalan, dan siapa saj a yang melanggarnya karena sebab ijtihad maka dia telah tergelincir. Ilmu yang pertama kali dipelajari adalah menghafal kitabullah serta berusaha memahaminya. Segala hal yang dapat membantu dalam memahaminya juga merupakan suatu kewajiban untuk diperlajari bersamaan dengannya. Saya tidak mengatakan bahwa wajib untuk menghafal keseluruhannya. Namun saya katakana bahwasanya hal itu adalah kewajiban yang mesti bagi orang yang ingin untuk menjadi seorang yang alim, dan bukan termasuk dari bab kewajiban yang diharuskan.”

Al-Khatib Al-Baghdadi rahimahullah berkata:
“Semestinya penuntut ilmu itu memulai dengan menghafal kitabullah dimana itu merupakan ilmu yang paling mulia dan yang paling utama untuk didahulukan dan dikedepankan.”


Al-Hafizh An-nawawi rahimahullah berkata:
“Yang pertamakali dimulai adalah menghafal Al-Qur’an yang mulia, dimana itu adalah ilmu yang terpenting diantara ilmu ilmu yang ada. Adalah para salaf dahulu tidak mengajarkan ilmu ilmu hadits dan fiqh kecuali kepada orang yang telah menghafal A lQur’an. Apabila telah menghafalnya, hendaklah waspada dari menyibukkan diri dengan ilmu hadits dan fiqh serta selain keduanya dengan kesibukan yang dapat menyebabkan lupa terhadap sesuatu dari AlQur’an tersebut, atau waspadalah dari hal hal yang dapat menyeret pada kelalaian terhadapnya (AlQur’an).
(An-Nubadz fii Adabi THalabil ‘Ilmi hal 60-61)


Muhammad Taqiyyul islam dalam bukunya ‘Keajaiban hafalan’ menjawab ketida ditanya, perkara apa yang pertama kali harus dilakukan orang yang ingin menghafal AlQur’an:
“Merupakan satu keharusan bagi seseorang yang beramaldengan suatu amalan adalah mengikhlaskan amalan itu karena Allah subhanahu wa ta’aala.

Allah berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus "(Al Bayyinah:5)


Kemudian bersungguh sungguh untuk meluruskan niat dan tujuannya karena amalan tapa ikhlas tidaklah diterima disisi Allah. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya, Allah subhanahu wa ta’aala tidak akan menerima amalan kecuali ikhlas dan mengharap wajah Allah.” [1]


Menghafal kitabulah termasuk amalan dan ibadah yang paling tinggi dan paling utama, maka harus ikhlas karena wajah Allah dan mengharap negeri akhirat, bukan karena ingin pujian manusia, pamer dan ingin terkenal. Sesungguhnya barang siapa yang tidak ikhlas karena Allah, maka ia berdosa dan berhak mendapatkan hukuman, sebagaimana terdapat dalam riwayat tentang orang yang pertama kali dinyalakan ai neraka untuknya yaitu orang yang menghafal Qur’an agar dikatakan sebagai Qori’. (Na’udzubillah…)


Dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
“Aku paling tidak butuh pada sekutu maka barangsiapa mengerjakan amalan dalam keadaan menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, Aku tinggalkan dia dan sekutunya.”[2]

Dan hendaklah seorang muslim itu bersemangat untuk menjadi Ahli AlQur’an. Mereka itulah Ahlullah dan orang orang istimewa-Nya. Dan hendaklah mereka menjadi sebaik baik manusia dimana Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam memuji mereka se bagaimana dalam hadits yang shahih, beliau bersabda:
“Sebaik baik kalian adalah orang yang belajar AlQur’an dan mengajarkannya” [3]

[1]. Diriwayatkan An Nasaa’I dan Al Hafidz Ibnu Hajar berkata sanadnya bagus
[2]. HR. Al-Bukhari dan Muslim
[3]. Riwayat Bukhari

Maraji':
-'Keajaiban Hafalan' Abdul Qoyyyum bin Muhammad bin Nashir As Sahaibani Muhammad Taqiyul Islam Qaariy. Pustaka Al Haura'

-Asy Syari'ah Vol. V/No. 51/1430

0 comments:

Posting Komentar