Sesungguhnya deraan ujian adalah sesuatu yang mesti dihadapi oleh semua insan yang telah menyatakan dirinya beriman. Karena dengan ujian itulah akan menjadi jelas; siapa yang jujur dan siapa yang dusta. Dengan ujian tersebut akan terlihat kualitas keimanan seorang hamba.

Namun ujian yang datang silih berganti, cobaan yang mendera tak kenal henti, terkadang membuat banyak orang berjatuhan dijalan kebenaran yang seharusnya ditempuh sampai mati. Tekad yang telah dibulatkan untuk meniti jejak generasi pilihan, langkah yang sudah mulai diayunkan untuk menapaki jalan yang diridhai oleh Ar Rahmaan, tidak jarang kandas ditengah jalan karena tak kuasa menahan pahit-getirnya perjuangan.

Oleh karena itu, goresan pena yang sederhana ini sengaja kutulis. ku haturkan…

Kepada anda yang belum lama merasakan manisnya meretas jalan kebenaran…



Kepada anda yang baru saja mulai mengayunkan langkah dibawah naungan hidayah dengan berbekal keikhlasan…

Kepada anda yang telah berpatri hati untuk meniti jalan manusia pilihan…

Kepada anda yang tengah merasakan pahitnya keterasingan ditengah-tengah masyarakat yang telah jauh dari bimbingan kenabian…

Kuhaturkan beberapa kalimat yang sederhana ini, dengan membawa setangkai harapan… semoga ini bisa meringankan bebanmu, lebih memantapkan langkahmu untuk terus maju menggapai keridhoan Rabbmu dan menghilangkan semua kegundahanmu. Bahkan lebih dari itu, semoga dengan ini, semua kesedihan akan menjelma menjadi sikap optimis dan rasa gembira, sebagai ungkapan syukur kepada Allah Yang Maha Agung lagi Maha Mulia. Selanjutnya, mudah-mudahan bisa lahir keceriaan dihatimu dan tersimpul senyuman manis diwajahmu...

Ya! Tersenyumlah wahai saudaraku, wahai pembawa obor kebenaran ditengah gulita kebatilan!!

Allah I mengingatkan:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُون

"Katakanlah: "Dengan karunia Allah jua dan dengan kasih-sayang-Nya-lah, dengan yang demikian itu hendaknya mereka bergembira! Itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". QS. Yunus: 58.

a. Engkau adalah Orang Mulia, Meskipun Banyak Yang menghinakanmu!

Saudaraku! Kita sekarang dizaman akhir. Masa kenabian telah lama berlalu meninggalkan kita. Kurang lebih dari 14 abad yang lalu Rasulullah r telah dipanggil oleh Allah I untuk menyusul kawan-kawannya yang mulia; dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhadaa' dan orang-orang yang shaleh.

Coba perhatikan air sungai yang mengalir menuju sebuah muara! Seiring dengan semakin jauhnya ia dari sumber mata airnya maka semakin keruh dan kotor pula keadaannya. Demikianlah kira-kira keadaan Islam yang diamalkan oleh mayoritas kaum muslimin saat ini. Banyak sudah sampah-sampah idiologi yang disusupkan kepadanya dan bid'ah yang dianggap sebagai bagian darinya… Hal ini membuat orang yang tidak memiliki pijakan yang kokoh dalam beragama dengan mudah ikut hanyut dibawa aliran air sampah tersebut.

Namun, kendati demikian, seorang muslim tidak patut bersedih hati. Disana masih ada kawasan air jernih yang masih terjaga dan belum terjamah oleh kotoran apapun. Air pada kawasan tersebut sangat bersih dan bening, sehingga sedikit saja kotoran yang masuk ke dalamnya dengan mudah dapat dikenali dan disingkirkan. Ketahuilah, sesugguhnya Allah I telah menjamin terpeliharanya kebenaran sampai saat datangnya angin yang berhembus lembut menjelang hari kiamat nanti, –yang dengan izin Allah I- angin tersebut akan merenggut jiwa semua orang beriman yang disentuhnya.

Rasulullah r bersabda:

لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق لا يضرهم من خذلهم حتى يأتي أمر الله وهم كذلك

"Akan senantiasa ada sekelompok orang dari umatku yang menang diatas kebenaran; tidak membahayakan mereka orang yang menghinakan mereka sampai datang keputusan Allah I, sementara mereka dalam keadaan demikian"[1].

Para pengemban Sunnah Nabi r yang suci akan senantiasa memperoleh pertolongan dari Allah I sehingga mereka akan senantiasa dimenangkan atas musuh-musuh mereka sampai datang keputusan dari Allah I, yaitu hari kiamat. Hari kiamat yang dimaksud disini adalah hari kiamat yang khusus bagi mereka, bukan hari kiamat saat hancurnya alam semesta, karena itu tidak akan terjadi melainkan pada seburuk-buruknya manusia. Baginda Rasul r bersabda:

لا تقوم الساعة حتى لا يقال في الأرض الله الله

"Tidak akan tegak hari kiamat sampai tidak terdengar lagi orang yang menyebut: "Allah…Allah…" diatas permukaan bumi".[2]

Imam al Hakim rahimahullah telah meriwayatkan sebuah hadits dari jalan 'Abdullah bin 'Amr bin al 'Ash t bahwasanya ia berkata:

ثم يبعث الله ريحا ريحها ريح المسك و مسها مس الحرير فلا تترك نفسا في قلبه مثقال حبة من الإيمان إلا قبضته ثم يبقى شرار الناس عليهم تقوم الساعة

"Kemudian Allah I akan mengirim angin yang berhembus; aromanya seperti aroma misk[3] dan sentuhannya seperti sentuhan sutera. Angin tersebut tidak membiarkan satu jiwa pun yang dihatinya terdapat keimanan sebesar biji dzarrah melainkan direnggutnya. Kemudian yang tersisa adalah seburuk-buruknya manusia. Pada merekalah hari kiamat akan terjadi".[4]. [5]

Sungguh, hadits ini ibarat tetesan embun dipagi hari yang membasahi hati semua orang beriman… ia laksana segelas air dingin ketika dahaga menyapa… atau bagaikan secercah cahaya disaat gulita semakin pekat dan mencekam… seorang mukmin yang mendengarnya pasti akan memanjatkan syukur yang sebanyak-banyaknya kepada Allah I.

Betapa tidak! Ini adalah salah satu nikmat terbesar yang Allah I anugerahkan kepada umat ini. Allah I tidak membiarkan mereka semuanya linglung ditengah-tengah belantara kesesatan tanpa ada bimbingan… Atau kebingungan dalam gulita kerusakan tanpa ada yang mengarahkan… Sesungguhnya Allah I telah memutuskan akan adanya para pembawa lentera kebenaran yang menerangi jalan cinta dan keridhoan-Nya bagi siapa saja yang ingin menitinya, sampai hari kiamat nanti.

Saudaraku, bila engkau komitmen dengan Sunnah Nabi r, sungguh, engkau adalah salah seorang pembawa lentera tersebut! Engkau senantiasa akan berjaya dengan kebenaran yang engkau bawa, meskipun banyak orang yang menghinakanmu...

b. Engkaulah Saudara Rasulullah r yang Dirindukannya!

Zaman kita sekarang adalah zaman keterasingan. Islam yang murni sebagaimana yang ada dimasa kenabian sudah tak banyak yang mengenalnya. Kemungkaran telah dianggap sebagai kebaikan, bid'ah telah dianggap sebagai sunnah, bahkan kesyirikan telah dijadikan sebesar-besarnya ketaatan pada sebagian kalangan. Demi Allah, ini benar-benar fitnah[6] dan kerusakan yang nyata!!

Fitnah dan kerusakan yang menimpa umat Islam saat ini, sebenarnya, semenjak 14 abad yang silam telah dikabarkan dan diwanti-wanti oleh Rasulullah r. Hal ini terlihat jelas dalam atsar yang diriwayatkan secara mauquuf[7] dengan jalan shahih dari 'Abdullah bin Mas'ud t. Suatu ketika Ibnu Mas'ud t berkata:

كيف أنتم إذا لبستكم فتنة يهرم فيها الكبير ، ويربو فيها الصغير ، ويتخذها الناس سنة ، إذا منها شيء قيل : تركت السنة ؟ قالوا : ومتى ذاك ؟ قال : إذا ذهبت علماؤكم ، وكثرت قُراؤكم ، وقَلَّت فقهاؤكم ، وكَثُرت أمراؤكم ، وقلَّتْ أمناؤكم ، والتُمِسَتِ الدنيا بعمل الآخرة ، وتُفُقهَ لغير الدين

"Bagaimana keadaan kalian saat fitnah[8] datang menimpa; orang dewasa menjadi renta padanya, anak-anak tumbuh-berkembang didalamnya, dan orang-orang pun menjadikannya sebagai sunnah. Bila fitnah itu dirubah sedikit saja, maka orang-orang akan mengatakan: "Sunnah telah ditinggalkan".

Seseorang bertanya: "Kapan itu akan terjadi?".

Ibnu Mas'ud t menjawab: "Bila para ulama kalian telah tiada, semakin menjamur para qari' ditengah-tengah kalian, semakin sedikit ahli fiqh, semakin banyak orang yang memerintah namun semakin sedikit para pemegang amanah, serta dunia telah dikejar dengan amalan akhirat dan orang-orang sibuk memperdalam ilmu selain ilmu agama".[9]

Dalam Risaalah fiy Qiyaam Ramadhan, setelah membawakan atsar ini, al Haafizh al Albaani rahimahullah berkomentar: "Hadits ini merupakan salah satu tanda kenabian Nabi r dan kebenaran risalah yang beliau bawa; karena sesugguhnya tiap-tiap point yang ada padanya benar-benar terjadi pada zaman kita sekarang. Diantaranya adalah bertebarannya bid'ah dan orang-orang terfitnah dengannya hingga mereka pun menganggapnya sebagai sunnah dan menjadikannya sebagai suatu agama yang diikuti".[10]

Subhaanallaah! Memang demikianlah kondisi kita sekarang! Maka wajarlah bila seorang yang berusaha untuk mengamalkan sunnah saat ini akan menghadapi berbagai ujian dan cobaan…

Saudaraku, hal ini memang sulit dan butuh perjuangan!! Namun, ini tidak perlu membuat kita hanyut dalam kesedihan yang tak berkesudahan.

Kenapa harus bersedih?!

Bila anda adalah orang yang komitmen dengan Sunnah Rasulullah r maka -demi Allah- anda adalah orang mulia lagi terhormat!! Anda adalah saudara Rasulullah r!!

Dengarkanlah apa yang disampaikan oleh sahabat yang mulia, Abu Hurairah t berikut ini!

Abu Hurairah t menuturkan: " Nabi r pernah memasuki areal pekuburan lantas beliau berucap: "Salam 'alaikum wahai (penghuni) negeri orang-orang beriman! Kami pun –insya' Allah- suatu saat akan menyusul kalian. Duhai, alangkah rindunya hati ini untuk melihat saudara-saudaraku".

Para sahabat pun bertanya: "Ya Rasulullah! Bukankah kami adalah saudara-saudaramu?".

Rasulullah r menjawab:

أنتم أصحابي, وإخواننا الذين لم يأتوا بعد

"Kalian adalah sahabat-sahabatku, sedangkan saudara-saudaraku adalah orang-orang yang belum kunjung datang sampai saat ini".

Para sahabat bertanya: "Bagaimana engkau mengenal orang yang belum datang dari umatmu ya Rasulullah r?".

Nabi r menjawab: "Bagaimana pendapatmu sekiranya seorang memiiliki seekor kuda yang berbulu putih pada jidat dan kaki-kakinya ditengah-tengah sekawanan kuda yang hitam legam warnanya, bukankah dengan mudah ia akan mengenali kudanya?".

Para sahabat menjawab: "Benar ya Rasulullah!".

Rasulullah r melanjutkan: "Sesungguhnya umatku akan datang pada hari kiamat nanti dalam keadaan bercahaya putih pada jidat, kaki dan tangan mereka karena (bekas air) wudhu' sementara aku telah menanti mereka ditelaga. Ketahuilah! Sesungguhnya akan ada beberapa orang yang kebingungan mencari telagaku sebagaimana bingungnya onta yang tersesat, lantas aku memanggil-manggil mereka: "Marilah kesini!", namun kemudian ada yang mengatakan: "Sesungguhnya mereka telah merubah (agama mereka) setelah engkau tiada", maka aku pun berkata: "Enyahlah kalian dariku!! Enyahlah kalian dariku!!".[11]

Apa pedulinya seorang muslim, sekiranya banyak orang menghinakannya, bilamana ia dimuliakan oleh Allah I dan Rasul-Nya r?

Apa pedulinya seorang muslim, sekiranya orang-orang dekatnya tega memutuskan tali persaudaraan dengannya hanya karena ia komitmen dengan sunnah Nabi r, bilamana ia menjadi saudara bagi manusia termulia, Muhammad bin 'Abdillah r?!

Apa pedulinya seorang muslim, sekiranya ia memang harus terusir dari masyarakatnya karena mempertahankan agamanya, bilamana ia didekatkan disisi Rasulullah r diakhirat kelak?!

Sungguh, ia akan didekatkan ke telaga Rasul r dan minum darinya; yang satu tegukan darinya akan membebaskannya dari dahaga untuk selamanya. Sebaliknya, orang yang mencampakkan Sunnah dan menolaknya akan terhalangi dari telaga tersebut, bahkan akan diusir oleh pemilik telaga, baginda Rasul, Muhammad r!

Kepada Allah jua kita berlindung dan memohonkan keselamatan!!

c. Bagimu Pahala Seperti Pahalanya 10 Orang Sahabat!

Lingkungan sekitar sangat berpengaruh pada keteguhan seseorang dalam menjalankan ajaran agamanya. Seorang yang tinggal di lingkungan yang baik biasanya lebih mudah untuk beramal Shalih dibanding orang yang tinggal di lingkungan yang rusak. Namun, bagi anda yang terpaksa harus tinggal pada lingkungan yang buruk, selagi anda masih bisa beramal shalih, apalagi menjadi pintu kebaikan bagi orang lain, maka tetap bersabar dan terus berda'wah adalah yang jalan yang terbaik bagi anda! –insya' Allah-. Karena sesungguhnya seorang mu'min yang berbaur dengan masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka lebih baik daripada seorang mu'min yang tidak berbaur dengan masyarakat dan tidak sabar terhadap gangguan mereka[12].

Bila memang demikian keadaannya, maka sering-seringlah engkau hadirkan dalam hatimu bahwa ganjaran pahala yang besar disisi Allah I telah menantimu! Sesungguhnya besarnya pahala yang akan diperoleh sesuai dengan jerih-payah yang didapatkan dalam mengamalkan kebaikan!

Abu Umayyah asy Sya'baaniy bercerita: "Aku pernah bertanya kepada Abu Tsa'labah al Khusyaniy. Aku berkata: "Wahai Abu Tsa'labah, bagaimana pendapatmu mengenai ayat ini:[13]

عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ

"…jagalah dirimu…"[14].

Abu Tsa'labah t pun menjawab: "Ketahuilah sesungguhnya aku telah bertanya mengenai ayat ini kepada seorang yang benar-benar memahaminya; aku telah bertanya kepada Rasulullah r, lantas beliau bersabda:

« بَلِ ائْتَمِرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنَاهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا وَهَوًى مُتَّبَعًا وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِى رَأْىٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ - يَعْنِى بِنَفْسِكَ - وَدَعْ عَنْكَ الْعَوَامَّ فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ الصَّبْرُ فِيهِ مِثْلُ قَبْضٍ عَلَى الْجَمْرِ لِلْعَامِلِ فِيهِمْ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلاً يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِهِ ».

وَزَادَنِى غَيْرُهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْهُمْ قَالَ « أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْكُمْ ».

"Justru sebaliknya! Hendaklah kalian saling memerintahkan kepada kebaikan dan saling melarang dari kemungkaran!! Sampai bilamana kalian telah melihat sifat kikir yang diikuti, nafsu durjana yang diperturutkan, gelamor dunia yang diutamakan serta masing-masing orang merasa bangga dengan pendapatnya, maka jagalah dirimu sendiri dan tinggalkanlah mayoritas orang yang ada, karena sesungguhnya dibelakang kalian nanti akan datang hari-hari kesabaran; pada saat itu (orang yang komitmen diatas Sunnah) bagaikan (orang yang) menggenggam bara api. Orang yang mengamalkan (kebaikan) pada mereka (akan diberi ganjaran pahala) sebagaimana ganjaran pahala lima puluh orang yang mengamalkan (kebaikan) seperti amalannya".

Dalam riwayat yang lain terdapat tambahan: "Seorang sahabat bertanya: "Ya Rasulullah! Ganjaran pahala lima puluh orang dari mereka?". Rasulullah r menjawab: "Ganjaran pahala lima puluh orang dari kalian". [15]

Allahu akbar! Sungguh beruntung dirimu –saudaraku-… Teruslah maju, amalkan dan serukan Sunnah Nabimu! Angkatlah wajahmu, tataplah ke depan dan ayunkan langkahmu dengan penuh percaya diri untuk menggapai cinta dan keridhaan Allah I!!!

akhirnya, semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada Nabi kita, Muhammad r, beserta keluarga dan segenap sahabatnya.



[1] HR. Muslim (1920).

[2] HR. Muslim (148).

[3] Konon, misk adalah minyak wangi yang sangat harum semerbak; terbuat dari air sperma kijang yang terkumpul ketika ia akan menggauli kijang betina. Tampaknya inilah yang disimyalir oleh Al Mutanabbi dalam ucapannya:

فإن تَفُقِ الأنامَ وأنت منهم فإن المسك بعض دم الغزال

"Sekalipun engkau bisa mengungguli manusia, engkau adalah bagian dari mereka!

Sesungguhnya minyak misk adalah sebagian darahnya kijang".

(perkataan al Mutanabbi ini disebutkan dalam 'Aruus al Afraah (3/216) dan 'Uquud al Jimaan karya as Suyuthiy (72)).

[4] HR. al Hakim dalam Mustadraknya (8409) dan Ibnu Hibban (6839).

[5] Lihat syarh al 'Aqidah al Wasithiyyah karya syeikh al Fauzaan, hal: 6 (dalam maktabah syamilah).

[6] Makna fitnah yang kami maksudkan disini adalah penyimpangan dalam agama Allah I.

[7] Walaupun atsar ini adalah atsar yang muaquuf pada Ibnu Mas'ud t, akan tetapi maknanya marfu' sampai kepada Nabi r. Karena Ibnu Mas'ud t tidak mengetahui perkara ghaib; ia tidak mungkin mengabarkan tentang sesuatu yang akan terjadi melainkan dengan jalan wahyu yang ia dengar dari Rasulullah r.

[8] Yakni bid'ah dan penyimpangan dalam agama yang telah menjadi sesuatu yang sangat lumrah dilakukan oleh kaum muslimin. Bahkan telah dianggap sebagai suatu agama yang tidak boleh diusik kredibilitasnya.

[9] HR. al Hakim dalam mustadraknya (8570), ad Darimi dalam sunannya (185-186) dan al Baihaqiy dalam syu'ab al imaan (6951). Mereka meriwayatkan atsar ini dengan beberapa perbedaan lafazh. Adapun yang kami cantumkan disini adalah lafazh yang kami nukil dari Risaalah fiy Qiyaam Ramadhaan karya al Haafizh al-albaaniy rahimahullah.

[10] Risaalah fiy qiyaam Ramadhaan: hal 2 dalam maktabah syamilah.

[11] HR. Muslim (249), Ahmad (7980), Ibnu Majah (4306), Ibnu Hibban (1046), an Nasaa-I (150) dan lain-lain.

[12] Ini adalah makna hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhariy dalam al Adab al Mufrad (388), Ahmad dalam musnad nya (5022), Ibnu Majah (4032), at Tirmidziy (2507), dan lain-lain.

[13] Tampaknya Abu Umayyah memahami bahwa maksud ayat ini adalah; seyogyanya seorang muslim sibuk membenahi kekurangan dirinya dan tidak perlu sibuk mengurusi dan mendakwahi orang lain.

[14] Ayat ini secara lengkap adalah sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". QS. Al Maa-idah: 105.

[15] HR. Abu Dawud (4343).

Read More......

Bismillah

“وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ…..”

“Dan mereka bertanya kepadamu, tentang hukum Haid..” Al Baqarah 222

Demikian adalah beberapa fatwa ulama kontemporer yang insyaaAllah kita bisa mengambil manfaat dari mereka, mengenai hukum hukum yang berkenaan dengan Haidh Nifas dan AlQur’an

MEMBACA DAN MENYENTUH MUSHAF

Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya: Kami adalah pelajar putrid yang belajar di sekolah khusus putrid. Pada saat pelajaran AlQur’an kami diperintahkan untuk membaca AlQur’an saat kami sedang haidh, tapi kami malu untuk memberitahukan hal itu kepada pengajar. Bolehkah hal tersebut? Apabila tidak diperbolehkan bagaimana kami harus berbuat apabila saat ujian AlQur’an kami mendapatkan haidh?
Jawaban: Para ulama berselisih pendapat tentang hukum membaca AlQur’an bagi wanita yang sedang haid dan nifas.
1. Sebagian ulama mengharamkan hal itu dan memasukkannya dalam kategori orang yang sedang junub, Mereka berdalil dengan riwayat dari Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam yang melarang orang junub untuk membaca AlQur’an, karena janabat termasuk hadats besar, haidh tidak berbeda dengannya, demikian pula nifas. Karena itulah mereka berpendapat bahwa wanita haidh dan nifas tidak boleh membaca AlQur’an hingga mereka suci. Mereka berdalil pula dengan hadits riwayat AtTirmidzi dari ibn Umar radihyallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Wanita haidh dan junub tidak boleh membaca AlQur’an”
2. Sementara sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa wanita yang dalam keadaan haidh dan nifas diperbolehkan membaca AlQur’an dengan hafalan. Karena masa haidh panjangm dan tidak bisa dianalogikan dengan orang yang sedang junub yang waktunya hanya sebentar, dimana ia bisa segera mandi selepas junubnya dan langsung membaca AlQur’an. Sedangkan wanita haidh dan nifas tidak ungkin demikian. Hadits yang disebutkan oleh golongan yang melarang dinyatakan lemah dan telah dilemahkan oleh para ulama hadits karena diantara periwayatnya ada Ismail bin Iyasy dari orang orang Hijaz. Sedangkan riwayat Ismail bin Iyasy dari orang orang Hijaz tergolong riwayat yang lemah. Pendapat inilah yang benar.

Oleh karena itu, wanita yang sedang haidh dan nifas diperbolehkan membaca AlQur’an dengan hafalan karena masa haidhnya panjang dan tidak bisa disamakan dengan junub. Bagi pelajar putrid dibolehkan untuk membaca AlQur’an dari mushaf, diperbolehkan baginya untuk membacanya dengan syarat harus ada pembatas seperti sarung tangan dan sejenisnya. (Majmu’ FatawaWa Maqalat Mutanawwiyah, Syaikh ibn Baz 6/36)

BOLEHKAH MENULIS AYAT ALQUR’AN DIATAS KERTAS DAN MENGHAFALKANYA UNTUK UJIAN?

Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya: Kami adalah mahasiswa pada fakultas khusus wanita, Diantara matakuliah kami adalah hafalan beberapa juz AlQur’an. Kadang masa ujian berbarengan dengan masa haidh. Bolehkah bagi kami menuliskan surat alQur’an diataskertas dan menghafalkannya dari kertas itu?

Jawaban: Diperbolehkan bagi wanita dalam keadaan haidh untuk membaca AlQur’an menurut salah satu pendapat yang kuat dari dua pendapat ulama dikarenakan ketiadaan dalil yang melarang membaca tanpa menyentuh mushaf. Hendaknya ia menyentuh mushaf dengan penghalang seperti kain yang bersih dan sejenisnya. Demikian pula dengan kertas yang bertuliskan surat AlQur’an, harus dengan penghalang. Adapun orang junub, tidak diperbolekan membacanya hingga ia bersuci dengan mandi, karena masanya panjang tidak seperti junub yang mudah baginya untuk bercusi setiap waktu seusai janabatnya. (Fatawad Da’wah, SYaikh Bin Baz, 1/40)

BOLEHKAH WANITA HAIDH MEMBACA ALQUR’AN?

Syaikh Shalih Al Utsaimin ditanya: Bolehkah wanita haidh membaca Alqur’an?
Jawaban: Diperbolehkan bagi wanita haidh untuk membaca Alqur’an karena ada keperluan, seperti posisinya sebagai pengajar, ia boleh membaca AlQur’an untuk mengajar, pelajar boleh membacanya saatbelajar, mengajari anak masih kecil maupun besar dengan membacakannya. Yang jelas, bila ada suatu keperluan untuk membaca AlQur’an maka dibolehkan baginya untuk membacanya meski dalam keadaan haidh. Bahkan ada sebagia ulama yang membolehkannya untuk memnaca AlQur’an secara mutlak meski tidak ada keperluan untuk itu.
Ada pula yang berpendapat bahwa haram baginya membaca AlQur’an meski ada suatu keperluan. Diantara tiga pendapat ini yang hendaknya kita pegang adalah apabila wanita memerlukan untuk membaca AlQur’an untuk mengajar, belajar atau takut lupa hafalannya, maka dibolehkan baginya untuk membacanya. (Fatawa wa Rasailus Syaikh Ibn Utsaimin) 4/273

HUKUM MENYENTUH MUSHAF ALQUR’AN BAGI WANITA DALAM KONDISI NIFAS (DALAM KONDISI INI BERLAKU JUGA PADA WANITA HAIDH)

Syaikh Shalih al Fauzan dan syaikh Abdul Aziz bin Baz (dalam tempat berbeda) ditanya tentang hukum menyentuh mushaf bagi wanita dalam keadaan nifas

Syaikh Shalih Al Fauzan menjawab: Diharamkan bagi wanita nifas untuk menyentuh mushaf dan membacanya selama tidak ada kekhawatiran melupakannya, seperti halnnya wanita yang haidh (At-Tanbihat, Syaikh Shalih al Fauzan, hal 19)

Syaikh bin Baz menjawab: Diharamkan bagi wanita haidh untuk menyentuh mushaf tanpa penghalang, berdasarkan firman Allah:

لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

“tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan”

Dan surat yang ditulis Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam kepada Amr bin Hazm,

“لا يمس المصحف الا طا هر”
Tidak boleh menyentuh mushaf kecuali orang yang suci. “ (HR An Nasa’I dan lainnya)

Hadits ini hampir menyerupai hadis mutawatir karena manusia bisa menerimana. Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahullah berkata: “Mahdzab imam empat menyebutkan bahwa tidak boleh menyentuh mushaf kecuali orang yang dalam keadaan suci. Sedangkan membaca mushaf bagi wanita haidh tanpa menyentuhnya, disinilah para ulama berselisih pendapat. Yang lebih selamat, hendaknya tidak usah membacanya keuali dalam kondisi membutuhkannya, seperti takut jika kelupaan surat yang dihapalnya. (Kitab Fatafad Da’wah, Syaikh bin Baz 14)

DIPERBOLEHKAN BAGI WANITA HAIDH MEMBACA AYA ALQUR’AN UNTUK DIPERGUNAKAN SEBAGAI DALIL


Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya, Bolehkah bagi wanita Haidh membaca ayat AlQur’an sebagai contoh atau dipergunakan sebagai dalil untuk suatu hal? Bolehkah ia menuliskan ayat ayat AlQur’an dan hadits hadits?

Jawaban: Wanita haidh diperbolehkan untuk membaca buku buku yang bertuliskan ayat ayat AlQur’an atau ayat ayat yang ditafsirkan. Diperbolehkan pula untuk menuliskannya dalam suatu makalah atau sejenisnya. Boleh pula mempergunakannya seagai dalil atas suatu hokum atau membaanya sebagai doa wirid dan sebagainya, karena hal itu tidak dikategorikan sebagai membaca AlQur’an. Diperbolehkan pula baginya untuk membawa buku buku tafsir dan sejenisnya untuk suatu keperluan (Fatawal Mar’ah, Syaikh ibn Jibrin, 1/27)

Fatwa fatwa tentang wanita jilid 3 penerbit Darul Haq, bab Adab dan Akhlaq

Read More......

Bismillah..

Terkadang kita yang Walhamdulillah, ketimpa hidayah dari

Allah untuk menuntut ilmu syar’i kebingungan mesti mulai dari mana untuk mempelajari ilmu ilmu syar’i tersebut. Kitab kitab apa yang mesti di punyai, apakah aqidah atau belajar nahwu, hadis.. bingunnng…

Demikian kitab kitab yang WAJIB bagi seorang penuntut ilmu untuk mempelajarinya. Dapat dari milis AsSunnah. Semoga bermanfaat.

  1. 1. TAJWID/QIRO’AH
  • At-Tibyan (Karya An-Nawawi).
  • Ahkamut Tajwid wa Fadhoil Qur’an (Karya Syaikh Muhammad Abdul ‘Alim).
  • Tamhid fi ‘Ilmit Tajwid (Karya Imam Ibnul Jauziy).
  • Ahkam Qiro’ah Qur’an (Karya Syaikh Mahmud Kholil Al-Hashriy).

  1. 2. BAHASA ARAB
  • Matan Aj-jurumiyah Dan Syarhnya ‘Tuhfatus Saniyyah’ (Karya Syaikh Muhammad Abdul Hamid).
  • Alfiyah Ibnu Malik dan Syarhnya (Karya Ibn ‘Aqil).
  • Al-Wajiz fi Nahwi (Karya As Siroj).
  • Qothrun Nada (Karya Ibn Hisyam disertai syarhnya dengan tahqiq Syaikh Muhammad Abdul Hamid).
  • Jaami’ Durus Al Arobiyyah (Karya Musthofa Al Gholainiy).
  1. 3. AKIDAH, TAUHID, MANHAJ
  • Tsalatsatul Ushul (Karya Syaikh Muhammad bin‘Abdil Wahab dan Syarhnya Karya Syaikh Muhammad Sholih Al Utsaimin).
  • Al-Qowa’idul Arba’ (Karya Syaikh Muhammad bin‘Abdil Wahab).
  • Kasyfu Syubhat (Karya Syaikh Muhammad bin‘Abdil Wahab dan syarahnya Karya Syaikh Muhammad Sholih Al Utsaimin).
  • Al Firqotun Najiyah (Karya Syekh Muhamad Zamil Zaenu).
  • Al-Qoulul Mufid Fi Adillatit Tauhid (Karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bin ‘Ali Al-Yamani Al-Wushobi).
  • Kitabut Tauhid (Karya Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahab dengan Syarh Hasyiyahnya Al-Qaulus Sadid Karya Syaikh Abdurrahman As-Sa’di atau Mulakhos Kitab Tauhid Syaikh Shalih Fauzan Atau Syarah Kitab Tauhid Fathul Madjid Syaikh Abdurrahman Alu Syaikh).
  • Aqidah Wasithiyah (Karya Syaikhul Islam Ibn Taimiyah Syarh Aqidah Wasithiyah Karya Syaikh Sholih Fauzan atau Syarh Aqidah Wasithiyah Karya Syaikh Muhammad Sholih Al-Utsaimin).
  • Aqidah Thohawiyyah (Karya Ath-Thohawiy dengan syarh Aqidah Thohawiyyah Karya Syaikh Al Albani atau Syarh Aqidah Thohawiyyah Karya Syaikh Sholih Fauzan).
  • Al-Hamawiyah dan At-Tadmuriyah (Karya Ibnu Taimiyah).
  • Al Ushulus Sittah (Karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab).
  • Ushulul Iman (Karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab).

  1. 4. FIQIH
  • Adabul Masyi ila ash-Sholati (Karya Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdil Wahhab).
  • Mukhtashor Fiqh Islamiy (Karya Muhammad bin Ibrohim At-Tuwaijiri).
  • Zadul Mustaqni’ fi Ikhtishoril Muqni’ (Karya al-Hijawi).
  • Ar-Roudhul Marba’ Syarh Zadul Mustaqni’ (Karya Syaikh Manshur al-Bahuti).
  • ‘Umdatul Fiqh (Karya Ibnu Qudamah rohimahulloh).
  • Mukhtashor Fiqh Islamiy (Karya Muhammad bin Ibrohim At-Tuwaijiri).
  • Minhajus Saalikin (Karya Syaikh Abdurrahman As Sa’diy).
  • Kitab Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitaab Al-Aziz (Karya Abdul Azhim Badawiy).
  • Taisir ‘Alam Syarh ‘Umdatul Ahkam (Karya Syaikh Abdullah Al Bassam).
  • Nailul Author (Karya Asy-Syaukaniy).
  • Ar-Raudloh Nadiyyah Syarh Durar Al-Bahiyyah (Karya Al-‘Alamah Sidiq Hasan Khan dengan tahqiq Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani).
  • Tawadlih Ahkam Syarh Bulughul Marom (Karya Syaikh Abdullah Al-Basaam atau Subulus Salam Karya As-Shona’aniy).
  • Al Ijma’ (Karya Ibn Mandzur).
  • Minhajus Saalikin (Karya Syaikh Abdurrahman As-Sa’diy).

Tambahan Fiqih,

  • Fiqih Hambaliy

Al Mughniy (Karya Ibnu Qudamah Syarh Al Kabir Karya Abdurrahman bin Qudamah).

  • Fiqih Asy-Syafi’i

- Al ‘Umm (Karya Imam Asy-Syafi’iy).

- Al Majmu’ (Karya Imam An-Nawawiy).

- Raudloh At-Tholibin (Karya Imam An-Nawawiy).

  • Fiqih Malikiy

- At-Tamhid Syarh Al-Muwatho’ (Karya Ibn Abdul Baar).

- Bidayah Al-Mujtahid (Karya Ibn Rusyd).

- Al-Istidzkaar (Karya Ibn Abdul Baar).

- Al-Muntaqo (Karya Al-Bajiy).

  • Fiqih Hanafiy

- Syarh Ma’aniy Al-Atsar (Karya At-Thohawiy).

- Syarh Fathul Qodir (Karya Ibnul Hammam dengan catatan Ibn ‘Abidin).

  • Fiqhus Sunnah (Karya Sayyid Sabiq disertai dengan Tamamul Minnah Karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani).
  • Al-Muhalla (Karya Ibn Hazm).
  • Sunanul Kubro (Karya Al-Baihaqiy).
  • Fathul Bary Syarh Shahih Bukhori (Karya Ibn Hajar Al-Asqolaniy).
  • Majmu’ Fatawa (Karya Syaikhul Islam Ibn Taimiyah).
  • Fatawa Lajnah Daimah
  • Fatawa Syaikh Muhammad Sholih Al-Utsaimin.
  1. 5. TAFSIR
  • Tafsir al-Qur`an al-Azhim (Karya Ibnu Katsir).
  • Taysirul Karimir Rohman fi Tafsir Kalamil Mannan (Karya Syaikh ‘Abdurrohman bin Sa’di).
  • Muqoddimah Syaikhul Islam fit Tafsir
  • Adhwa`ul-Bayan (Karya Al-‘Allamah Muhammad asy-Syinqithi).
  • At-Ta’liqot Matinah ‘ala Risalah As-Sa’diyyah Lathifah (Karya Naadir At-Ta’miriy).
  • Al Wadlih fi Ushulil Fiqh (Karya Muhammad Asyqor).
  • Syarh Al-Waroqot (Karya Syaikh Doktor Abdullah Al-Fauzan).
  • Ushul Min ‘Ilmil Ushul (Karya Syaikh Muhammad Sholih Al-Utsaimin disertai dengan syarh beliau rahimahullah).
  • Al-Qowa’il Wal Ushul Al Jaami’ah (Karya Syaikh Abdurrahman As-Sa’diy).
  • Ma’aalim Ushul Fiqh ‘inda Ahl Sunnah wal Jama’ah (Karya Muhammad Al-Jaizaniy).
  • Mudzakiroh fi Ushul Fiqh (Karya Imam Asy-Syinqithiy).
  • Raudlo Nazhir (Karya Imam Ibn Qudamah).
  • Al Qowa’id Al Fiqhiyah (Karya Syaikh Sholih As-Sadlan).
  1. 6. HADITS
  • Fathul Bari Syarh Shohih Al-Bukhori (Karya Ibnu Hajar al-‘Asqolani rohimahullohu Ta’ala).
  • Subulus Salam Syarh Bulughul Marom (Karya ash-Shon’ani).
  • Nailul Author Syarh Muntaqo Al-Akhbar (Karya Asy-Syaukani).
  • ‘Umdatul Ahkam (Karya Al-Maqdisi).
  • Al-Arba’in An-Nawawiyah (Karya Abu Zakaria An-Nawawi).
  • Bulughul Marom (Karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani).
  • Nukhbatul Fikr (Karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani).
  • Al-Kutubus Sittah (Shohih Al-Bukhori, Muslim, An-Nasa`i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Turmudzi Dengan Syarahnya).
  • Majmu’ Al-Hadits ‘Ala Abwabil Fiqh (Karya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab dengan tahqiq Syaikh Usamah Al-Utaibiy).
  • Al Muwatho’ (Karya Imam Malik disertai dengan Syarhnya Karya Az-Zarqoniy).

  1. 7. MUSHTHOLAH HADITS, ILMU HADITS
  • Az-Zubdatul Fi Mushtholahil Hadits atau Kitab (Karya Syaikh Muhammad Sholih Al-Utsaimin dalam Mushtholahul Hadits).
  • Nukhbatul Fikr (Karya Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Asqolaniy).
  • Taisir Mushtholahul Hadits (Karya Mahmud At-Thohan).
  • Tuhfatus Saniyyah Syarh Al-Mazhumah Baiquniyyah (Karya Masyath tahqiq dan ta’liq Fawaz Zamuliy).
  • Nazatun Nazhor Syarh Nukhbatul Fikr (Karya Al-Hafidz Ibnul Hajar Al-Asqolaniy).
  • An-Nukat (Karya Syaikh Ali Hasan Al-Halabiy).
  • Baa’its Al-Hatsits (Karya Ibn Katsir dengan tahqiq Syaikh Ali Hasan Al-Halabiy).
  • An-Nukat ‘Ala kitab Ibn Sholah (Karya Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Asqolaniy dengan tahqiq Syaikh Robi’ bin Hadi Al-Madkholiy).
  • Fathul Mughits (Karya As-Sakhowiy).
  • Ma’rufatul ‘Ulumul Hadits (Karya Al-Hakim).
  • ‘Ulumul Hadits (Karya Ibn Sholah).
  • Tawadlih Afkar (Karya Shona’aniy).
  • Syarh Alfiyah As-Suyuthiy (Karya Atsubiy).
  • Syarh ‘Alil At Tirmidzi (Karya Ibn Rajab).
  • An Nukat ‘ala Muqodimah ibn Sholah (Karya Zarkasyiy).
  • Jaami’ Liakhlaqir Rowa wa Adabis Saami’ (Karya Al Khothib Bagdadiy).
  • Kitab-kitab rijal hadits

- Aj-Jarh wat Ta’dil (Karya Ibn Abi Hatim).

- At-Tarikhul Khabir (Karya Bukhori).

- Ats-Tsiqot (Karya Ibn Hibban).

- Al-Majruhin (Karya Ibn Hibban).

- Tahdzibul Kamal (Karya Al Mizziy).

- Tahdzibut Tahdzib (Karya Ibn Hajar Al-Asqolani).

- Taqribut Tahdzib (Karya Ibn Hajar Al-Asqolani).

- Mizanul I’tidal (Karya Ad-Dzahabiy).

- Lisanul Mizan (Karya Ibn Hajar Al-Asqolani).

- Tarikh Damsiq (Karya Ibn Asakir).

- Tarikh Ashbahaniy (Karya Al-Ashbahaniy).

- Siyar A’lamun Nubala (Karya Ad-Dzahabiy).

- Tadzkiro Al-Hufaazh (Karya Ad-Dzahabiy).

- Talkhis Al-Habir (Karya Ibn Hajar Al-Asqolani).

- Irwa’ul Gholil (Karya Syaikh Al-Albani).

  1. 8. SIROH, TARIKH, BIOGRAFI
  • Raudlotul Anwar fi Siroh Nabi Al-Mukhtar (Karya Syaikh Mubarokafuriy).
  • Al Fushul fi Sirotir Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam (Karya Ibn Katsir dengan tahqiq Syaikh Salim Al-Hilaliy).
  • Siroh Nabawiyah As Shahihah (Karya Al-‘Umriy).
  • Shahih Siroh Nabawiyah (Karya Syaikh Al-Albani).
  • Syamail Muhammadiyah (Karya Imam At-Tirmidzi disertai dengan Mulakhosh Syamail Muhammadiyah Karya Syaikh Al-Albani).
  • Anwar fi Syamail Nabiy Al-Mukhtar (Karya Imam Al-Baghawi).
  • Tarikhul Islam (Karya Ad-Dzahabiy).
  • Bidayah Wan Nihayah (Karya Ibn Katsir).
  • Huquq Nabiy shalallahu ‘alaihi wa sallam (Karya Syaikh Doktor Muhammad Kholifah At-Tamimi).
  • Siroh Nawabiyah (Karya Ibn Hisyam).
  • Zaadul Ma’ad (Karya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah).
  • Tarikh Islamiy Tarikh Umam wal Muluk (Karya Ibn Hajar At-Thobariy).
  • Al Kamal fit Tarikh (Karya Ibn Atsir).
  • Da’wah Asy Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab wa Atsaruha (Karya Syaikh Sholih Al-‘Abud).
  • Tarojim Shohabah (Karya Ibn Hajar Al Asqolaniy).
  • Thobaqot Hanabilah (Karya Ibn Abi Ya’la).
  • Tobaqot Syafi’iyah (Karya As Sabakiy).
  • Ulama Najd Khilal Tsamaniyah Qurun (Karya Syaikh Al Bassam).
  1. 9. TAZKIYATUN NUFUS, ADAB, NASEHAT
  • Shahih Riyadhus Shalihin Takhrij Syaikh Nashiruddin Albani.
  • Tandzibu MadarijIs Shalihin Ibnu Qayim Aljauziyah.
  • Al fawa’id Ibnu Qayim Aljauziyah.
  • Thibbun Nabawi.
  • Madakhil asy-Syaithan li ighwa’ al-Insan Ibnu Qayyim al-Jauziyah.
  • Mukhtashar ad-Da’Wa Ad-Dawa’ Ibnu Qayim.
  • Shohih At-Targhib wat Tarhib (Karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani).
  • Hadiy Arwah ila Biladil Afrah (Karya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah).
  • Miftah Daarus Sa’ada (Karya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah denga n tahqiq Syaikh Ali Hasan Al-Halabiy).
  • Adabul Mufrad Imam Bukhariy.
  • Adabud Dunya wad Din (Karya Al-Mawardiy).
  • Adabut Thulab (Karya As-Syaukaniy).

Semoga bermanfaat : )

Read More......


(Tulisan ini bagian II dari tulisan sebelumnya, saya tulis penuh dari sebuah buku tipis (namun kaya akan faidah insyaaAllah) berjudul 'Keajaiban Hafalan' Abdul Qoyyyum bin Muhammad bin Nashir As Sahaibani Muhammad Taqiyul Islam Qaariy. Mudah mudahan dapat menambah semangat bagi saya pribadi antunna semua untuk menghafal Kitabullah. Amin)

Demikian adalah metode menghafal yang diambil dari pendapat ulama salaf dan penerapan mereka yang telah kita ketahui kekuatan hafalan mereka yang luar biasa. Barangsiapa yang ingin kekuatan hafalannya setingkat dengan mereka, hendaklah dia menenpuh metode metode mereka dalam menghafal.

Ketahuilah, selain metode metode yang akan disebutkan, dibutu hkan juga kesabaran, keuletan serta semangat yang tinggi. Janganlah tergesa gesa ingin mendapatkan hasilnya. Jangan pula dia merasa jenuh dan bosan karena terlalu lama menghafal. Bahkan dikatakan kepadanya, hendaklah ia bersabar dan menyadari bahwa sesungguhnya dia sedang berada di kebaikan yang besar karena ketahuilah bahwa waktu yang sangat lama dihabiskannya untuk menuntut ilmu ini tidaklah terbuang sia sia, bahkan berpahala jika niatnya benar.

Wahai orang yang diberi taufiq, ketahuilah sesungguhnya dalam menghafal, harus ada dua hal penting berikut ini:
1. Meminimalkan jumlah yang ingin dihafalkan
2. Mengulang ulang

1. MEMINIMALKAN JUMLAH YANG INGIN DIHAFAL

Wahai orang yang telah diberi hidayah, hendaklah engkau bagi nash nash tersebut dalam beberapa hari. Hafalkan setiap hari satu bagian yang sudah ditentukan, dan buatlah bagian ini bagian yang sedikit dan mudah. Hendaknya tidak menyulitkan dengan membuat target yang banyak karena akan menyebabkan kejenuhan dan rasa berat.

Telah dikatakan bahwa “Barangsiapa yang mengambil ilmu sekaligus makan akan hilang darinya sekaligus pula.” Disebutkan pula: “Bertumpuknya ilmu akan menyesatkan pemahaman.”
Dan Kekasih kita Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
“Wahai manusia, ambillah dari amalan amalan itu apa yang kalian mampu. Sesungguhnya Allah tidak akan bosan hingga kalian merasa bosan. Dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang terus menerus walaupun sedikit.” [4]

Al-Khatib Al-Baghdadi berkata: “Hendaknya seseorang teliti dalam mengambil ilmu dan jangan memperbanyak. Hendaknya dia mengambilnya sedikit demi sedikit, sesuai yang dia mampu untuk menghafalkannya dan yang mudah untuk dipahami karena Allah berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلاً
Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?". demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). (Al Furqon:32)

Beliau (Al-Khatib) juga berkata:
“Ketahuilah bahwasanya hati itu merupakan bagian dari anggota anggota badan. Hati itu mampu membawa banyak hal, dan lemah pula (tidak mampu) untuk membawa banyak hal lainnya. Sebagaimana badan, sebagian manusia ada yang mampu membawa beban 200 rithl (1 rithl sekitar 8 ons) dan sebagian lainnya tidak mampu meskipun hanya 20 rithl saja. Demikian pula ada diantara mereka yang mampu berjalan beberapa farsakh (1 farsakh sekitar 8 km) dalam sehari tanpa membuatnya lemah, namun sebagian yang lain hanya mampu berjalan beberapa mil saja dan hal itu sudah membahayakannya. Diantara mereka ada yang mampu memakan beberapa rithl, sementara yang lainnya cukup makan satu rithl saja atau kurang dari itu. Demikian pula dengan hati manusia, ada diantara mereka yang mampu menghafal 10 lembar dalam satu jam, dan diantara mereka ada yang tidak mampu menghafal setengah lembar dalam beberapa hari. Apabila orang yang kemampuan hafalannya hanya setengah halaman tersebut ingin menghafalkan 10 lembar karena ingin meniru orang lain, maka kejenuhan dan kebosanan akan menimpanya. Maka ia akan lupa dengan yang dihafalkan nya da apa yang telah dia dengar tidaklah memberinya manfaat.

Oleh karena itu, hendaklah setiap kita membatasi diri sesuai dengan kemampuan masing masing selama tidak mengurangi seluruh semangatnya karena yang demikian itu akan lebih membantunya dalam belajar daripada pikiran yang bagus dan pengajar yang cerdik (paham terhadap kondisi anak didiknya).[5]

Yunus bin Yazid berkata: Ibnu Syihab berkata kepadaku:”Yaa Yunus, janganlah engkau sombong terhadap ilmu, karena sesungguhnya ilmu itu beberapa lembah. Lembah mana saja yang kau tempuh, niscaya lembah itu akan memutuskanmu sebelum engkau sampai kepadanya. Akan tetapi tempuhlah lembah itu seiring perjalanan hari dan malam. Dan janganlah engkau mengambil ilmu itu sekaligus, karena ilmu itu akan hilang pula darinya sekalihus. Akan tetapi, ambillah sedikit demi sedikit sesuai perjalanan hari da malam”[6]

Dan Yunus berkata: “Aku mendengar Az Zuhri berkata:”Sesungguhnya jika engkau mengambil ilmu ini terlalu banyak, maka ilmu itu justru akan mengalahkanmu dan engkau tidak akan berhasil mendapatkannya sedikitpun. Akan tetapi, ambillah ilmu itu perlahan lahan sesuai perjalanan waktu siang dan malam. Niscaya engkau akan berhasil mendapatkannya” [7]

Para ulama salaf benar benar menerapkan metode ini dan tampak jelad bagaimana mereka bersemangat untuk terus menerus melaksanakan perkara ini pada diri diri mereka dan pada murid murid mereka. Ibnu Umar misalnya, beliau mempelajari Surat Al-Baqarah selama 4 tahun [8] dan dikatakan bahwasanya beliau tetap mempelajarinya selama 8 tahun [9]. Abu Abdurrahman As Sulami berkata:”Apabila kami mempelajari sepuluh ayat AlQur’an, maka kami tidak mempelajari sepuluh ayat sesudahnya hingga kami mengetahui dan memahami tentang hukum halal dan haram yang ditunjukkan oleh ayat tersebut, serta perintah dan larangannya.”[10]

Abu Bakr Ibnu ‘Iyasy berkata: “Aku belajar Al-Qur’an kepada ‘Ashimin bin Abin Najud. ‘Ashim memerintahkan kepadaku agar membaca setiap hari hanya satu ayat saja, tidak lebih. Beliau berkata, “Sesungguhnyahal itu lebih mantap bagimu.” Maka akupun khawatir bahwa Asy-Syaikh (‘Ashim) akan meninggal sebelum aku menyelesaikan AlQur’an sehingga aku terus menerus meminta kepadanya. Akhirnya beliau mengizinkanku membaca lima ayat perhari [11]. Demikianlah ‘Ashim yang memeirntahkan Abu Bakr untuk meminimalkan jumlah hafalan agar mencapai derajad ‘Ashim dalam hal itqan. Beliau berkata:”Aku sakit selama 2 tahun. Ketika sembuh, aku membaca AlQur’an (dari hafalan) dan tidak ada kesalahan walau satu huruf” [12]


2. MENGULANG ULANG

Setelah menerapkan perkara yang pertama, maka selayakny a bagimu untuk mengulang ngulang nash (yang dihafal) dengan pengulangan yang sangat banyak. Karena ketahuilah bahwa sesungughnya hafalan itu tidak akan kokoh kecuali dengan mengulang ngulang. Ibnul Jauzi dalam buku beliau Al-Hatstsu ‘ala Hifzhil ‘Ilmi berkata: “Jalan untuk m enguatkan hafalan adalah dengan memperbanyak mengulang. Dan manusia itu bertingkat tingkat dalam masalah hafalan. Diantara mereka ada yang hafalannya kuat walau sedikit mengulang. Ada juga yang tidak hafal kecuali tsetelah mengulanginya berkali kali. Maka hendaklah seseorang mengulang ulang hafalannya setelah menghafalnya, agar hafalan itu kuat dan terus bersamanya

Lebih lanjut beliau (Ibnul Jauzi) berkata: Saya telah memperhatikan orang yang belajar fiqih bahwasanya mereka mengulang pelajarannya dua atau tiga kali. Setelah berlalu dua hari, salah seorang dari mereka telah lupa terhadap pelajaran tersebut. Jika dia membutuhkan sesuatu dari masalah itu saat diskusi, dia tidak mampu. Maka hilanglah waktu pertama dengan percuma. Diapun harus mengulangi menghafal lagi sebagaimana lelahnya waktu pertama kali menghafal. Hal ini karena dia tidak mengokohkan hafalannya.

Az-Zarnuji berkata: “Selayaknya bagi seorang pelajar untuk mempersiapkan dan menentukan ukuran bagi dirinya sendiri dalam mengulang hafalannya. Karena hafalan itu tidak akan menetap dalam hatinya hingga dia mencapai apa yang telah ia tetapkan untuk dirinya. Dan hendaklah penuntut ilmu mengulang ulang hafalannya yang baru (sehari sebelumnya) sebanyak lima kali, mengulang hafalan dua hari yang lalu empat kali, mengulang hafalan tiga hari yang lalu sebanyak tiga kali, mengulang hafalan empat hari yang lalu dua kali, dan mengulang hafalan lima hari yang lalu satu kali. Cara yang seperti ini leih membantu dan mendorong untuk cepat hafal.”

Al Khatib dalam kitabnya Ta’limul Muta’allim Thariqut Ta’allum berkata bahwa ‘Alqamah berkata:”Berlama lamalah dalam mengulang hadits, niscaya hadits itu tidak akan hilang.” Dan ucapan Sufyan: “Jadikanlah hadits itu sebagai pembicaraan dalam jiwa kalian dan perenungan dalam hati kalian, niscaya kalian akan hafal.” [13]

Al Hasan bin Abu Bakr An-Naisaburi berkata: “Ada seorang ahli fiqh mengulang ulang pelajaran dirumahnya berkali kali. Berkatalah seorang wanita tua yang berada dirumahnya: “Sungguh, demi Allah, akut telah menghafalnya.” Ahli Fiqh itu berkata: “Ulangilah pelajaran itu.” Wanita itu pun mengulanginya. Setelah beberapa hari, ahli Fiqh itu berkata: “Wahai wanita tua, ulangilah pelajaran itu.” Wanita tua itu menjawab:”Aku tidak hafal lagi pelajaran itu.” Ahli Fiqh itu berkata:”Aku mengulang ulang hafalan agar tidak ditimpa apa yang menimpamu.”[14]

Ibnu Jibrin berkata: “Pada umumnya, barangsiapa yang menghafal dengan cepat tanpa mengulanginya, maka diapun akan cepat lupa. Dan sungguh kebanyakan pelajar pada zaman dahulu mencurahkan kesungguhan mereka dalam menghafal. Sampai sampai salah seorang diantara mereka membaca satu hadits atau satu bab sebanyak 100 kali sehingga melekat dalam benaknya. Setelah itu mereka mengulang ulang apa yang telah m ereka hafal. [15]

Hai orang orang yang mendapat taufiq, semoga Allah menambahkan taufiq-Nya kepadamu. Sungguh Ulama mewajibkan diri diri mereka untuk mengulang ulang pelajarannya. Namunadakalanya kejenuhan dan kebosanan melanda. Beginilah para ahlul ilmi menghilangkan kebosanan dan kejenuhan:.
Ali bin Abdurrahman As Sahaibani telah bercerita kepadaku bahwa di Mauritania ia bertemu dengan sebagian orang Syinqith yang memiliki hafalan yang kokoh. Dia bertanya kepada orang orang tersebut bagaiana cara mereka memuraja’ah? Orang itu me njawab: “Aku mengulang ulang pelajaran dengan menghadap kesegala arah sebanyak 80 kali yaitu menghadap ke timur lalu membaca 80 kali, kemudian kearah barat dengan jumlah yang sama dan begitu seterusnya.

Demikian upaya mereka menghilangkan kejenuhan diri dan mewajibkan diri mereka mengulang sebanyak yang mereka tentukan. Seandainya dia hanya duduk dirumahnya dan ingin mengulangi sebanyak ini tentu akan terasa jenuh dan bosan.

CATATAN PENTING:
1. Wajib bagi siapa saja yang ingin menghafal agar terlebih dahulu membetulkan apa yang ia baca dengan bacaan yang benar dan kuat sebelum menghafalkannya, serta tidak mulai menghafal sedikitpun sebelum membenarkannya karena ia dapat terjatuh pada tahrif (perubahan makna) dan tashif (kesalahan dalam membaca) [16]

2. Selayaknya bagi orang yang sedang belajar untuk mengangkat suaranya saat belajar hingga bisa memperdengarkan pada dirinya sendiri. Karena suara yang didengar oleh telinga itu akan tertanam kokoh didalam hati. Oleh karena itulah, seseorang cenderung lebih hafal apa yang ia dengan daripada apa yang ia baca.

Al Askari berkata:”Dihikayatkan kepadaku dari Abu Hamid bahwa dia berkata kepada shahabat shahabatnya: ‘Jika kalian belajar, keraskanlah suara kalian, karena yang demikian lebih kuat untuk menghafal dan lebih bisa mengusir rasa kantuk.’ Dia juga berkata: ‘Membaca dengan pelan itu untuk memahami, sedangkan membaca dengan keras itu untuk menghafal dan memahami.” [17]

(Kitab rujukan dalam buku tersebut saya cantumkan saja, siapa tahu ada yang berminat menelusurnya langsung)

[4]. HR. Al-Bukhari dan Muslim
[5] Al-Faqiih wal Mutafaqqih (2/107) dalam Keajaiban Hafalan – Muhammad Taqiyyul islam Qaariy
[6] Jaami’ Bayanil ‘ilmi wa Fadhlih hal 168 dalam Keajaiba n Hafalan – Muhammad Taqiyyul islam Qaariy
[7] Jaami’ Bayanil ‘ilmi wa Fadhlih hal 168 dalam Keajaiban Hafalan – Muhammad Taqiyyul islam Qaariy
[8] Ath-Thabaqat Al-Kubra karya Ibn Sa’d (4/123) dalam Keajaiban Hafalan – Muhammad Taqiyyul islam Qaariy
[9] Al-Jaami’ li Ahkam Al-Qur’an dalam Keajaiban Hafalan – Muhammad Taqiyyul islam Qaariy
[10] Al-Jaami’ li Ahkam Al-Qur’an dalam Keajaiban Hafalan – Muhammad Taqiyyul islam Qaariy
[11] Thabaqat Al-Hanabilah (1/42) dalam Keajaiban Hafalan – Muhammad Taqiyyul islam Qaariy
[12] Siyar A’lamin Nubala’ (5/258) dalam Keajaiban H afalan – Muhammad Taqiyyul islam Qaariy
[13] Al-Jaami’ li Akhlaqir Rawi (2/226) dalam Keajaiban Hafalan – Muhammad Taqiyyul islam Qaariy
[14] Al Hatstsu ‘ala Hifzhil ‘Ilmi hal 21 dalam Keajaiban Hafalan – Muhammad Taqiyyul islam Qaariy
[15] Kaifa Tathlub Al-‘ilm, dialog bersama Fadhilatu Syaikh Al-‘Alamah Dr. Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin, I’dad: ‘Isa bin Sa’d Alu ‘Uwasyn, hal 31
[16] Lihat tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim hal 121-122 dalam Keajaiban Hafalan – Muhammad Taqiyyul islam Qaariy
[17] Al Hatstsu ‘ala Thalabil ‘Ilmi hal 72 dalam Keajaiban Hafalan – Muhammad Taqiyyul islam Qaariy

Read More......



Abu Umar bin Abdil Barr rahimahullah berkata:
“Menuntut illmu itu ada tahapan tahapannya. Ada marhalah-marhalah dan tingkatan tingkatannya. TIdak sepantasnya bagi penuntut ilmu untuk melanggar/melampaui urutan urutan tersebut. B arangsiapa sekaligus melanggarnya, ber arti telah melanggar jalan yang telah ditempuh oleh salafus shalih rahimahullah. Dan barangsiapa melanggar jalan yang mereka tempuh secara sengaja, maka dia telah salah jalan, dan siapa saj a yang melanggarnya karena sebab ijtihad maka dia telah tergelincir. Ilmu yang pertama kali dipelajari adalah menghafal kitabullah serta berusaha memahaminya. Segala hal yang dapat membantu dalam memahaminya juga merupakan suatu kewajiban untuk diperlajari bersamaan dengannya. Saya tidak mengatakan bahwa wajib untuk menghafal keseluruhannya. Namun saya katakana bahwasanya hal itu adalah kewajiban yang mesti bagi orang yang ingin untuk menjadi seorang yang alim, dan bukan termasuk dari bab kewajiban yang diharuskan.”

Al-Khatib Al-Baghdadi rahimahullah berkata:
“Semestinya penuntut ilmu itu memulai dengan menghafal kitabullah dimana itu merupakan ilmu yang paling mulia dan yang paling utama untuk didahulukan dan dikedepankan.”


Al-Hafizh An-nawawi rahimahullah berkata:
“Yang pertamakali dimulai adalah menghafal Al-Qur’an yang mulia, dimana itu adalah ilmu yang terpenting diantara ilmu ilmu yang ada. Adalah para salaf dahulu tidak mengajarkan ilmu ilmu hadits dan fiqh kecuali kepada orang yang telah menghafal A lQur’an. Apabila telah menghafalnya, hendaklah waspada dari menyibukkan diri dengan ilmu hadits dan fiqh serta selain keduanya dengan kesibukan yang dapat menyebabkan lupa terhadap sesuatu dari AlQur’an tersebut, atau waspadalah dari hal hal yang dapat menyeret pada kelalaian terhadapnya (AlQur’an).
(An-Nubadz fii Adabi THalabil ‘Ilmi hal 60-61)


Muhammad Taqiyyul islam dalam bukunya ‘Keajaiban hafalan’ menjawab ketida ditanya, perkara apa yang pertama kali harus dilakukan orang yang ingin menghafal AlQur’an:
“Merupakan satu keharusan bagi seseorang yang beramaldengan suatu amalan adalah mengikhlaskan amalan itu karena Allah subhanahu wa ta’aala.

Allah berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus "(Al Bayyinah:5)


Kemudian bersungguh sungguh untuk meluruskan niat dan tujuannya karena amalan tapa ikhlas tidaklah diterima disisi Allah. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya, Allah subhanahu wa ta’aala tidak akan menerima amalan kecuali ikhlas dan mengharap wajah Allah.” [1]


Menghafal kitabulah termasuk amalan dan ibadah yang paling tinggi dan paling utama, maka harus ikhlas karena wajah Allah dan mengharap negeri akhirat, bukan karena ingin pujian manusia, pamer dan ingin terkenal. Sesungguhnya barang siapa yang tidak ikhlas karena Allah, maka ia berdosa dan berhak mendapatkan hukuman, sebagaimana terdapat dalam riwayat tentang orang yang pertama kali dinyalakan ai neraka untuknya yaitu orang yang menghafal Qur’an agar dikatakan sebagai Qori’. (Na’udzubillah…)


Dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
“Aku paling tidak butuh pada sekutu maka barangsiapa mengerjakan amalan dalam keadaan menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, Aku tinggalkan dia dan sekutunya.”[2]

Dan hendaklah seorang muslim itu bersemangat untuk menjadi Ahli AlQur’an. Mereka itulah Ahlullah dan orang orang istimewa-Nya. Dan hendaklah mereka menjadi sebaik baik manusia dimana Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam memuji mereka se bagaimana dalam hadits yang shahih, beliau bersabda:
“Sebaik baik kalian adalah orang yang belajar AlQur’an dan mengajarkannya” [3]

[1]. Diriwayatkan An Nasaa’I dan Al Hafidz Ibnu Hajar berkata sanadnya bagus
[2]. HR. Al-Bukhari dan Muslim
[3]. Riwayat Bukhari

Maraji':
-'Keajaiban Hafalan' Abdul Qoyyyum bin Muhammad bin Nashir As Sahaibani Muhammad Taqiyul Islam Qaariy. Pustaka Al Haura'

-Asy Syari'ah Vol. V/No. 51/1430

Read More......



HADIRILAH KAJIAN ILMIAH DAN BEDAH BUKU
"Adab dan akhlak PENUNTUT ILMU"
Pemateri
Ust YAzid bin Abdul Qadir Jawas

Sabtu,27 maret 2010
jam 09.00 - Dzuhur

Masjid Al Hikmah
Perum Bumi Yapemas Sumberjaya - Tambun Selatan Bekasi

Read More......



Hadirilah Kajian Rutin
terbuka untuk umum Ikhwan dan Akhwat

Pembahasan "Kitabut Tauhid"
Nara Sumber : Ust Abu Unais ALi Subana
Hari : Setiap hari Ahad ke 2
Tempat : Masjid DARUSSALAM
Perumahan Vila Gading Harapan Blok AJ - Babelan

Read More......


Kajian Rutin Minggu ke 2 & 4

Pembahasan Kitab " Riyadus Sholihin"

Narasumber : Ust. Abu Unais Ali Subana

Hari : Minggu

Waktu : Ba'da subuh - selesai

Tempat : Mushola Al Barokah, Vila Mutiara Gading,Blok A, Kel Setia Asih, Kec. Tarumajaya, Bekasi Utara

Informasi :021 - 71085091, 021 - 88990862 , 08128383814

Read More......

Tema : Hak dan Kewajiban SuamiI Istri
Lokasi : Masjid Raya Cipaganti - Bandung
Hari : Sabtu, 20 Maret 2010
Waktu : 09.00 - 15.00 WIB
Pemateri : Al Ustadz Abu Haidar Al Sundawy
(pembina Yayasan Ihya’u Al Sunnah Bandung)

Infaq : 10.000 (makalah dan makan siang)
Pendaftaran : REG (spasi) NAMA (spasi) JENIS KELAMIN (spasi) INSTANSI.
kirim ke 0852 2258 2980

KAJIAN INI TERBUKA UNTUK UMUM BAGI KAUM MUSLIMIN DAN MUSLIMAT.
Informasi hubungi : 0817 4009 89 (untuk ikhwan)
0852 2258 2980 (untuk akhwat)

Read More......



Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Ada beberapa kiat yang dapat membantu seseorang untuk bangun di malam hari guna melakukan shalat Tahajjud. Di antaranya adalah.

[1]. Mengetahui keutamaan shalat Tahajjud dan kedudukan orang yang melakukannya di sisi Allah Ta’ala serta segala apa yang disediakan baginya berupa kebahagiaan di dunia dan akhirat, bagi mereka disediakan Surga.

Allah Ta’ala bersaksi terhadap mereka dengan kesempurnaan iman, dan tidak sama antara mereka dengan orang-orang yang tidak mengetahui. Shalat Tahajjud sebagai sebab masuk ke dalam Surga, ditinggikannya derajat di dalamnya, dan shalat Tahajjud merupakan sifat hamba-hamba Allah yang shalih serta kemuliaan bagi seorang Mukmin.

[2]. Mengetahui perangkap syaitan dan usahanya agar manusia tidak melakukan shalat malam.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai seorang laki-laki yang tidur hingga datang waktu fajar,

"Itulah seseorang yang syaitan telah kencing di telinganya -atau beliau bersabda- di kedua telinganya.” [1]

‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhuma mengatakan, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda

"Wahai ‘Abdullah, jangan kamu menjadi seperti si fulan, dahulu ia biasa melakukan shalat malam, kemudian meninggalkannya” [2]

[3]. Memendekkan angan-angan dan banyak mengingat mati.

Hal ini dapat memberi semangat untuk beramal dan dapat menghilangkan rasa malas, berdasarkan hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Jadilah engkau di dunia ini seperti orang yang asing atau orang yang sedang menyeberangi jalan.”

Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengatakan, “Apabila berada di pagi hari, janganlah engkau menunggu waktu sore. Dan apabila berada di sore hari, janganlah engkau menunggu waktu pagi. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, dan pergunakan waktu hidupmu sebelum datang kematianmu.” [3]

[4]. Tidur di awal malam agar memperoleh kekuatan dan semangat yang dapat membantu untuk melakukan shalat Tahajjud dan shalat Shubuh.

Hal ini berdasarkan hadits Abu Barzah radhiyallaahu ‘anhu.

“Bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya’ dan berbincang-bincang setelahnya.”[4]

[5]. Mempergunakan kesehatan dan waktu luang (dengan melakukan amal shalih) agar pahala kebaikannya tetap ditulis pada saat ia sakit atau sedang safar.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

"Apabila seorang hamba sakit atau safar, ditulislah baginya pahala perbuatan yang biasa ia lakukan ketika mukim dan sehat.” [5]

Maka orang yang berakal hendaklah tidak terluput dari keutamaan yang agung ini. Hendaklah ia melakukan shalat Tahajjud ketika sedang sehat dan memiliki waktu luang serta melakukan berbagai amal shalih sehingga ditulislah pahala baginya apabila ia lemah atau sibuk dari melakukan amal kebaikan yang biasa ia lakukan.

[6]. Bersungguh-sungguh mengamalkan adab-adab sebelum tidur.

Yaitu, dengan tidur dalam keadaan suci, apabila masih mempunyai hadats hendaklah ia berwudhu’ dan shalat sunnah dua raka’at, membaca dzikir sebelum tidur, mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu ditiupkan serta dibacakan padanya surat al-Ikhlaash, al-Falaaq, dan an-Naas. Kemudian usaplah dengan kedua tangannya itu seluruh anggota badan yang dapat dijangkaunya (lakukan hal ini tiga kali). Jangan lupa juga membaca ayat Kursi, dua ayat terakhir dari surat al-Baqarah, dan membaca do’a sebelum tidur. Dia juga harus melakukan berbagai sebab yang dapat membangunkannya untuk shalat, seperti meletakkan jam weker di dekat kepalanya atau dengan berpesan kepada keluarganya atau temannya atau tetangganya untuk membangunkannya.

[7]. Memperhatikan sejumlah sebab yang dapat membantu untuk melakukan shalat Tahajjud.

Yaitu, dengan tidak terlalu banyak makan, tidak membuat badannya lelah dengan melakukan pekerjaan yang tidak bermanfaat, bahkan seharusnya ia mengatur pekerjaannya yang bermanfaat, tidak meninggalkan tidur siang karena itu dapat membantu bangun di malam hari, dan menjauhi dosa dan maksiyat. Disebutkan dari Sufyan ats-Tsauri rahimahullaah beliau berkata, “Selama lima bulan aku terhalang untuk melakukan shalat malam karena dosa yang aku lakukan.” [6]

[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
__________
Foote Notes
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1144, 3270) dan Muslim (no. 774), dari Shahabat Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1152) dan Muslim (no. 1159 (187)).
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6416), Ahmad (II/24, 132), at-Tirmidzi (no. 2333), Ibnu Majah (no. 4114), dan al-Baihaqi (III/369).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 568) dan Muslim (no. 461), lafazh ini milik al-Bukhari.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2996), dari Shahabat Abu Musa al-Asy’ari radhiyallaahu ‘anhu
[6]. Lihat kitab Qiyaamul Lail, Fadhluhu wa Aadaabuhu wal Asbaabul Mui’iinatu ‘alaihi fii Dhau-il Kitaabi was Sunnah (hal. 50-58).

Read More......