(Artikel ini Masih dalam akan disunting lebih lanjut)
Mukaddimah
Pembaca mulia, tentunya kita tidak asing dengan nama ‘Umar bin Abdul ‘Aziz, khalifah bani Umayyah yang paling terhormat dan paling mulia akhlaknya. Ketika ayahnya meninggal dunia, Khalifah Abdul Malik bin Marwan mengutus pengawalnya untuk membawa Umar ke istana untuk kemudian diasuhnya bersama-sama dengan putra-putra khalifah yang lain. Kemudian Khalifah menikahkannya dengan putrinya, Fathimah, yang beliau ini dikenal dalam sebuah syair
Puteri khalifah, dan khalifah adalah kakeknya…
Saudara perempuan para khalifah…
Dan suaminya adalah khalifah…
Membaca syair di atas, tentunya kita tidak akan meragukan kehormatan Fathimah. Sepeninggal Marwan bin Al-Hakam kekhalifahan bani Umayyah berada di bawah kekuasaan Abdul Malik bin Marwan. Kemudian, Abdul Malik digantikan Al-Walid bin Abdul Malik. Setelah itu, Sulaiman bin Abdul Malik naik tahta menggantikan Al-Walid. Dalam usia yang masih muda, Sulaiman wafat lalu digantikan Umar bin Abdul Aziz. Umar bin Abdul Aziz hanya memerintah sekitar dua tahun karena beliau akhirnya meninggal dunia karena diracun. Kemudian, Umar digantikan Yazid bin Abdul Malik yang kemudian khalifah setelahnya adalah Hisyam bin Abdul Malik.
Dari uraian ringkas di atas, sepertinya kita tidak akan bisa (atau sangat sulit) mendapati lagi wanita semulia Fathimah dari sisi kemuliaan nasab. Betapa tidak, Khalifah Marwan adalah kakeknya. Abdul Malik adalah ayahnya. Al-Walid, Sulaiman, Yazid, dan Hisyam adalah saudara-saudara laki-lakinya. Khalifah Umar sendiri adalah suaminya.
Di samping Fathimah memiliki kemuliaan dari sisi darah bangsawan, beliau juga memiliki akhlak luhur yang jarang dapat kita temui tandingannya di masa sekarang ini, sebagaimana yang nanti akan penulis ketengahkan.
Pembaca mulia, mungkin kita masih bisa memaklumi jika ada seorang yang hidupnya pas-pasan, dapat bertingkah laku zuhud dan wara’. Namun, berbeda dengan Umar dan Fathimah. Kemewahan dunia berada di sekitarnya, dan keluarganya pun menawarkan perhiasan dunia kepadanya. Akan tetapi, dia justru meninggalkan kemewahan itu dan memilih hidup sederhana. Oleh karena itu, Raja Romawi pun sampai terkagum-kagum terhadap kepribadian Umar hingga ia mengatakan kepada Muhammad bin Ma’bad (duta kekhalifahan Islam untuk negara Romawi ketika itu),
لست أعجب من الراهب أغلق بابه ورفض الدنيا وترهب وتعبد ولكن أتعجب ممن كانت الدنيا تحت قدميه فرفضها ثم ترهب
“Saya tidak kagum dengan pendeta yang menutup pintu rumahnya dan menolak kehidupan dunia, kemudian menyendiri untuk beribadah. Akan tetapi, saya merasa kagum dengan orang yang saat dunia berada di bawah kedua telapak kakinya, namun dia menolaknya kemudian hidup seperti pendeta.”1
Berikut ini, penulis ketengahkan beberapa nukilan seputar kehidupan Umar bin Abdul Aziz dengan sang istri tercinta, Fathimah bin ‘Abdul Malik bin Marwan.
1. Kuberikan Pilihan Kepadamu
Ketika Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah Islam Bani Umayyah, Umar demikian merasa berat menerimanya. Lalu, ia memberi pilihan kepada istrinya, apakah akan tetap menjadi pendamping hidup Umar, ataukah ingin dicerai. Umar menegaskan bahwa ia tidak ingin disibukkan oleh istrinya dalam mengemban umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mendengar pilihan tersebut, menangislah sang istri, Fathimah binti Abdul Malik bin Marwan.
Fathimah adalah putri Khalifah Abdul Malik bin Marwan yang ketika ia bekuasa, masih terdapat beberapa shahabat Nabi yang masih hidup. Dari sang ayah ini, Fathimah diberi hadiah permata yang tidak ternilai harganya.
Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi suami Fathimah, Umar memberi pilihan kepada istrinya tersebut dengan mengatakan,
“Engkau tinggal pilih, antara menyerahkan perhiasanmu itu ke baitul mal atau Engkau mengizinkan aku untuk menceraikanmu karena aku tidak suka berada dalam satu rumah denganmu.”
Fathimah menjawab, “Jangan saya lebih memilih Kamu berada satu rumah denganku.”
Kemudian, Umar mengambil permata itu, lalu membawa dan menyerahkannya ke baitul mal.2 Subhanallah…
2. Suamiku, Mengapa Dikau Menangis?
Suatu ketika, Fatimah masuk ke dalam ruang suaminya. Didapatinya suaminya itu berada di tempat shalat dengan linangan air mata membasahi pipinya. Melihat hal itu, Fatimah pun bertanya,
“Wahai Amirul Mukminin, apa yang telah terjadi?”
Sang suami, Umar bin Abdul Aziz, menjawab,
“Wahai Fatimah, saya memikul tanggung jawab untuk mengurusi masalah umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya sedang memikirkan orang-orang miskin yang kelaparan, orang sakit yang terlupakan, orang yang lemah, orang yang terdzhalimi, orang yang hilang karena ditawan, para orang tua, dan seluruh keluarga yang ada di penjuru bumi. Saya tahu Rabbku akan bertanya kepadaku tentang mereka dan mereka akan mengadu di hadapan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya khawatir tidak mempunyai alasan kuat saat berada di hadapannya. Oleh karena itu, saya mengasihi diriku sendiri sehingga aku pun menangis.”3
3. Dari Mana kalian Memperoleh Madu Ini (112)?
Fathimah binti Abdul Malik berkisah, Suatu hari Umar bin Abdul Aziz sangat menginginkan madu, tetapi kami tidak memilikinya. Maka, kami menyuruh seorang lelaki pengantar surat pergi ke daerah Ba`labak untuk membeli madu seharga saru dinar dan diapun segera datang dengan membawa madu. Kemudian, saya bekata kepada Umar, “Engkau tadi menyebut-nyebut tentang madu dan sekarang kami memilikinya. Apakah engkau menginginkannya sekarang?”
Fatimah menuturkan kembali, “Kemudian, kami memberikan madu itu kepadanya, lalu dia meminumnya. Setelah itu, dia bertanya, “Dari mana kalian memperoleh madu ini?”
Fatimah : Saya menyuruh seorang laki-laki pengantar surat dengan membawa satu dinar ke daerah Ba`labak untuk membeli madu bagi kita. Lalu, pengantar surat itu mengirimkan madu itu melalui seorang lelaki.
Mendengar penjelasan istri tercintanya itu, Umar justru berkata, “Bawa madu ini ke pasar dan juallah! Setelah itu, kembalikan modalnya kepada kami dan jadikan kelebihan harganya untuk membeli makanan hewan pengantar surat tersebut. Seandainya muntahan madu yang telah aku makan tadi bermanfaat bagi kaum muslimin, tentu aku akan memuntahkannya kembali.”4
Di Saat Sang Istri Ngidam
Wuhaib bin Al-Warrad5 menceritakan, “Kami mendengar kalau ‘Umar bin Abdul Aziz telah mendirikan rumah penyimpan bahan makanan yang khusus diperuntukkan bagi fakir miskin dan ibnu Sabil.
Lalu, pada suatu hari, ‘Umar melakukan inspeksi ke rumah bahan makanan tersebut dan ternyata di situ dia bertemu dengan seorang pelayan wanitanya yang sedang membawa mangkuk beirisi secangkir air susu.
‘Umar bertanya kepadanya, “Apa ini?”
Pelayannya menjawab, “Istrimu, Fathimah, sedang hamil dan dia menginginkan secangkir air susu. Jika perempuan yang sedang hamil menginginkan sesuatu, tetapi tidak dituruti, dikhawatirkan janin yang dikandungnya akan keguguran. Oleh karena itu, saya mengambil secangkir air susu dari sini.”
Kemudian, ‘Umar mengambil mangkuk itu dari pelayannya, lalu berjalan menuju istrinya sambil berkata dengan suara keras, “Seandainya yang ada dalam perutnya (janinnya) itu tidak mau makan kecuali dari makanan orang-orang miskin dan fakir… Demi Allah saya tidak akan memberi dia makanan!!!
Kemudian, ‘Umar masuk ke kamar istrinya. Istrinya pun bertanya, “Apa yang terjadi denganmu?”
‘Umar menjawab, “Dia (pembantu itu) menyangka kalau bayi yang kau kandung itu tidak mau makan kecuali hanya dari makanan orang-orang fakir dan miskin. Seandainya dia tidak mau makan kecuali hanya dari makanan itu… Demi Allah, saya tidak akan memberikan makan kepadanya.”
Istrinya berkata kepada pelayan tadi, “Celaka kamu, kembalikan air susu itu ke tempatnya. Demi Allah, saya tidak akan mencicipinya.”
Wuhaib bin Al-Warrad berkata, “Kemudian, pembantunya mengembalikan airu susu itu ke tempat penyimpanan makanan bagi kaum fakir dan miskin.”6
4. Ketika Sang Anak Mengadu kepada Ibunya
Ibnu As-Samak mengisahkan, “Suatu hari, Umar sedang membagi-bagikan apel kepada kaum muslimin, lalu anaknya datang dan langsung mengambil salah satu apel yang ada. Melihat perbuatan anaknya, Umar pun langsung memegangnya, lalu membuka tangannya untuk mengambil apel itu kembali, kemudian melemparkannya ke dalam tumpukan apel yang ada. Anaknya pun berlari menuju ibunya untuk mengadu.
Ibunya bertanya, “Apa yang terjadi denganmu wahai anakku?” Anaknya pun menceritakan masalahnya. Setelah itu, istrinya mengeluarkan dua dirham untuk membeli apel untuk sang anak, lalu menyisakannya untuk ‘Umar. Ketika Umar telah selesai membagikan apel yang ada, dia masuk ke rumah dan istrinya pun mengeluarkan nampan yang berisi beberapa apel untuk disajikan kepadanya.
Melihat hal itu, Umar bertanya, “Dari mana apel ini?”
Istrinya pun menceritakan perihal apel tersebut kepadanya. Setelah itu, Umar berkata, “Semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmatimu. Demi Allah, aku juga menginginkannya.7
5. Dalam Pelukan Istri ….
Dalam kitab Hilyatul Auliya’ disebutkan bahwa Umar bin Abdul Aziz pernah merasa gelisah, hingga salah satu temannya berkata kepadanya, “Apa yang Engkau pikirkan wahai Amirul Mukminin?”
Umar menjawab, “Tentang masalah alam kubur dan penghuninya. Seandainya Engkau melihat mayat setelah tiga hari dikubur dalam kiburnya, yentu Engkau akan merasa jijik untuk mendekatinya setelah sekian lama Engkau menyayanginya. Pasti Engkau juga akan melihat di dalam kuburnya berbagai serangga-serangga yang mengerumuninya, nanah mengalir dari tubuhnya, dan ulat-ulat menembus ke semua badannya. Engkau juga akan mencium bau yang menyengat dan rusaknya kain kafan, setelah sebelumnya mayat itu telah diperlakukan dengan baik, diberi wewangian, dan dikafani dengan kain bersih.” Kemudian, Umar menangis tersedu-sedu, lalu jatuh pingsan.
Melihat kejadian itu, Fathimah berkata, “Hai Muzahim! Celaka kamu!” Kemudian, dia memerintahkan, “Keluarkan lelaki ini dari kami! Dia telah membuat susah kehidupan Amirul Mukminin semenjak beliau menjabat sebagai khalifah. Sekiranya dia tidak datang, tentu tidak akan terjadi peristiwa ini.
Lelaki itu pun bergegas keluar.
Sementara itu, Fathimah menciprati wajah umar dengan air sambil terus menangis sehingga akhirnya Umar tersadar kembali dari pingsannya dan melihat Fathimah sedang menangisi dirinya. Maka, Umar pun bertanya, “Wahai Fathimah, apa yang membuatmu menangis?”
Fathimah menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, saya melihat Engkau jatuh pingsan di hadapan kami. Hal itu mengingatkanku kalau-kalau Engkau telah pergi menghadap Allah subhanahu wa ta’ala, meninggalkan dunia ini dan berpisah meninggalkan kami. Itulah yang membuatku menangis.
Umar berkata, “Cukup Fathimah, kamu sudah berlebih-lebihan mengingat itu semua.”
Kemudian, Umar memiringkan badannya untuk merangkulnya.
Setelah itu, Fathimah berkata, “Demi Ayahku, wahai Amirul Mukminin, kami tidak dapat mengungkapkan dirimu dengan semua hal yang ada dalam hati kami.”
Umar terus menyandarkan tubuhnya ke Fathimah hingga waktu shalat tiba.
Lalu, Fathimah menciprati wajahnya dengan air sambil berkata, “Wahai Amirul mukminin, waktu shalat telah tiba.”
Dengan ketakutan, Umar langsung terbangun.8
6. Anakku Tidak Boleh Makan dari Hasil Pajak Kaum Muslimin
Dalam kitab Shifatus-Shahwah karya Ibnu Jauzi9 (II/353), diceritakan bahwa suatu hari Umar sedang memilah-milah apel hasil pajak kaum muslimin, dan tiba-tiba anaknya mengambil sebuah apel kecil, lalu dimasukkan ke dalam mulutnya untuk dimakan. Melihat hal itu, Umar mengambil kembali apel itu secara paksa dari mulutnya hingga anaknya merasa kesakitan. Anaknya pun mengadu kepada ibunya. Maka, ibunya membawanya ke pasar untuk membeli apel untuknya. Ketika Umar kembali, dia mencium bau buah apel. Maka, dia pun bertanya, “Wahai Fathimah, apakah kamu telah mengambil sesuatu dari harta pajak?”
Fathimah menjawab, “Tidak.”
Kemudian, Fathimah menceritakan apa yang dilakukannya kepada ‘Umar. Setelah itu, ‘Umar berkata, “Demi Allah saya telah mengambil apel itu dengan paksa dari anakku seakan-akan saya merenggutnya dari hatiku. Akan tetapi, saya tidak ingin kehilangan bagianku (pahala) dari Allah subhanahu wa ta’ala karena buah apel dari hasil pajak kaum muslimin.”10
7. Hai Fatimah! Cucilah Baju Amirul Mukminin
Juga dalam kitab Shifatus-Shahwah (II/120), disebutkan bahwa Maslamah bin Abdul Malik mengisahkan, “Suatu hari saya masuk ke kamar ‘Umar bin Abdul Aziz yang sedang sakit untuk menjenguknya. Saat itu, saya melihatnya memakai baju yang lusuh. Maka, aku pun berkata kepada Fathimah, “Hai Fathimah binti Abdul Malik! Hai Fathimah! Cucilah pakaian Amirul Mukminin ini!”
Fathimah menjawab, “Insya Allah saya akan melakukannya.”
Kemudian, saya kembali. Namun, keadaan pakaian tersebut tetap seperti semula. Maka, aku pun kembali berkata kepada Fathimah, “Hai Fathimah! Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk mencuci pakaian Amirul Mukminin, sebab orang-orang akan mejenguknya?”
Fathimah menjawab, “Demi Allah, dia tidak lagi mempunyai baju selain itu.”11
8. Suamiku, Apa yang Kau Tangisi?
Diceritakan dari Abdussalam, maula (bekas budak) Maslamah bin Abdul Malik bin Marwan, bahwasannya suatu hari Umar menangis hingga seluruh penghuni rumah ikut-ikutan menangis. Namun, mereka tidak mengetahui apa yang mereka tangisi.
Kemudian, Fathimah bertanya kepada Umar, “Demi ayahku wahai Amirul Mukminin, apa yang Engkau tangisi?”
Umar menjawab, “Wahai Fathimah, aku melihat sekelompok orang pergi dari hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, sebagian dari mereka menuju ke jannah dan sebagian lagi menuju ke naar.”
Setelah itu, ‘Umar berteriak minta tolong lalu jatuh pingsan.12
9. Wahai Fatimah, Mana Tanggung Jawab Saya terhadap Semua Masalah Umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam? (43)
Fathimah, istri Umar bin Abdul Aziz mengisahkan bahwa pada suatu hari dia masuk ke tempat suaminya. Tampak suaminya sedang berada di tempat shalatnya, sambil meletakkan tangan di pipinya dengan berlinang aiar mata. Melihat hal itu, Fathimah bertanya, “Wahai amirul mukminin, apa yang telah terjadi?”
Umar bin Abdul Aziz menjawab, “Wahai Fathimah, saya memikul tanggung jawab untuk mengurusi masalah umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya sedang memikirkan orang-orang miskin yang kelaparan, orang sakit yang terlupakan, orang yang lemah, orang yang terdzhalimi, orang yang hilang karena ditawan, pra orang tua dan seluruh keluarga yang ada di penjuru bumi. Saya tahu Rabbku akan bertanya kepadaku tentang mereka dan mereka akan mengadu di hadapan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya khawatir tidak mempunyai alasan yang kuat saat berada di hadapannya. Karena itu, saya mengasihi diriku sehingga aku pun menangis. (Siyar A’lamun Nubala, V/589)
10. Istriku, Saya Ingin Membeli Anggur…
Aun bin Al-Ma’mar mengisahkan, “Suatu hari, ‘Umar memasuki kamar istrinya, lalu bertanya, “Wahai Fathimah, apakah kamu mempunyai uang satu dirham ? Saya ingin membeli anggur.”
Fathimah menjawab, “Tidak.”
Fathimah balik bertanya, “Engkau adalah Amirul Mukminin13, tetapi satu dirham pun Engkau tidak punya untuk membeli anggur?”
Umar menjawab, “Ini lebih mudah bagi kita untuk menghindari panasnya api neraka di akhirat nanti.” (Tarikh Khulafa, Suyuthi: 189 dan Siyar A’lamun Nubala)
11. Kesetiaan Sejati Sang istri (73)
Ketika Umar bin Abdul ‘Aziz meninggal dunia, ia digantikan oleh Yazid bin Abdul Malik (saudara laki-laki Fathimah). Yazid teringat bahwa saudarinya itu dulu memiliki permata indah yang kini berada di baitul mal karena Umar tidak ingin Fathimah memakainya jika Fathimah ingin tetap jadi istri Umar. Lalu, setelah meninggalnya Umar, Yazid memberanikan diri berkata kepada Fathimah, “Kalau Engkau mau, saya akan mengembalikan permata itu kepadamu”
Fathimah menjawab,
“Demi Allah tidak! Saya tidak mau pada saat dia masih hidup, Saya tidak dapat mengenakannya, lalu pada saat dia sudah meninggal, saya kembali mengenakannya” (perlu edit)
Khotimah
Demikianlah, paparan ringkas kehidupan pasangan hidup bangsawan Umayyah. Sebagai penutup risalah ini, penulis sampaikan sebuah nukilan yang disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam kitab sirahnya. Beliau (Ibnul Jauzi) mengatakan,
“Ada yang mengatakan kepadaku bahwa Al-Manshur berkata kepada Abdurrahman bin Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr As-Shiddiq,
“Berilah aku nasehat!”.
Abdurrahman berkata:
“Dengan yang pernah aku lihat atau yang pernah aku dengar?”
Al-Manshur menjawab:
“Dengan yang pernah Anda lihat.”
Abdurrahman berkata:
“Umar bin Abdul Aziz meninggal dunia, dengan meninggalkan 11 putra, harta warisannya 17 dinar. Harta itu lalu digunakan mereka untuk membeli kain kafan 5 dinar, dan tempat kuburannya dengan 2 dinar. Dan yang tersisa dibagikan kepada semua anggota keluarga (anak-anaknya), dan setiap mereka mendapatkan 19 dirham.”
“Hisyam bin Abdul Malik meninggal dunia, dia meninggalkan 11 putra,harta warisannya dibagikan kepada anak-anaknya itu dan masing-masing mendapatkan ribuan dinar.”
“Dan aku (Abdurrahman-pen) pernah melihat seorang laki-laki dari keturunan ‘Umar bin Abdul Aziz membawa seratus kuda perang untuk dishadaqahkan guna dipakai berperang di jalan Allah dalam satu hari.”
“Dan aku melihat seorang lelaki dari keturunan Hisyam bin Abdul Malik diberi shadaqah (karena sudah jatuh miskin)”14
Maraji’
(Referensi)
(nomor 1 -4, dapat disearch di software Al-Maktabah Asy-Syamilah)
1. Hilyatul Auliyaa` wa Thabaqaatul Ashfiyaa`, jilid V (total: 10 jilid). Abu Nu’aim Ahmad ibn ‘Abdillah Al-Asfahani. 1405 (cetakan IV). Beirut: Daar Al-Kitab Al-‘Arabi.
2. Shifatus Shafwah, juz… (total 4 jilid). ‘Abdurrahman ibn ‘Ali ibn Muhammad Abul Faraj (Ibnul Jauzi). 1399 H / 1979 M (cetakan II). Beirut: Daar Al-Ma’rifah.
3. At-Thabaqatul Kubra, jilid (total: 8 jilid): . Muhammad ibn Sa’d ibn Mani’ Abu ‘Abdillah Al-Bashri Az-Zuhri (ibn Sa’ad). Tanpa tahun. Beirut: Daar Ash-Shaadir.
4. Al-Wara`. Ahmad ibn Muhammad ibn Hambal Asy-Syaibani Abu ‘Abdillah (Imam Ahmad ibn Hambal). 1403 H / 1983 M. Beirut: Daar Al-Kitab Al-‘Ilmiyyah.
5. Kisah-Kisah Teladan Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Terjemahan dari 122 Qishash min Qishash Umar bin Abdul Aziz. Syaikh Usamah Na’im Musthafa. Penerjemah: Abdul Hamid. Tanpa tahun. Surakarta: Daar An-Naba`.
6. 60 Biografi Ulama Salaf. Terjemahan dari min A’lam As-Salaf. Syaikh Ahmad Farid. Penerjemah: Masturi Irham dan Asmu’i Taman. 2008. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.
CATATAN: Artikel ini masih dalam tahap penyuntingan.
1 Lihat Hilyatul Auliyaa`, karya Abu Nu’aim Al-Asfahani, juv V, hal. 290.
2 Lihat dalam Kisah-Kisah Umar bin Abdul Aziz, hal.72-73. Disebutkan bahwa kisah ini terdapat dalam Siyar A’lam An-Nubala’ karya Imam Adz-Dzahabi, jilid V, hal.587.
3 Ibid, hal. 44. Disebutkan bahwa kisah ini juga terdapat dalam Siyar A’lam An-Nubala’ karya Imam Adz-Dzahabi, jilid V, hal.589
4 Lihat: Al-Wara`, karya Imam Ahmad bin Hambal, hal. 85. Perhatikan teksnya sebagai berikut:
عن فاطمة ابنة عبد الملك قالت : اشتهى عمر بن عبد العزيز يوما عسلا فلم يكن عندنا فوجهنا رجلا على دابة من دواب البريد الى بعلبك بدينار فأتى بعسل فقلت انك ذكرت عسلا وعندنا عسل فهل لك فيه قالت فأتيناه به فشرب ثم قال من اين لكم هذا العسل قالت وجهنا رجلا على دابة من دواب البريد بدينار الى بعلبك فاشترى لنا عسلا فأرسل الى الرجل فقال انطلق بهذا العسل الى السوق فبعه واردد الينا رأ س مالنا وانظر الى الفضل فاجعله في علف دواب البريد ولو كان ينفع المسلمين فيء التقيأت
5 Beliau adalah وهيب بن الورد بن أبى الورد القرشى /Wuhaib ibn Al-Warrad ibn Abi Al-Warrad Al-Qurasyi/. Beliau merupakan salah satu tokoh tabi’ut tabi’in. Para ahli hadits yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa`i. Ibnu Hajar memberi penilaian bahwa beliau adalah tsiqah ‘abid (dapat dipercaya dan ahli ibadah). Adz-Dzahabi juga memberi penilaian tsiqah (dapat dipercaya) pada beliau. Di antara gurunya yang terkenal adalah Sufyan Ats-Tsauri. Di antara muridanya yang terkenal adalah Abdullah ibnu Al-Mubarak. Beliau wafat pada tahun 153 H (lihat penjelasan tentang beliau dalam Ruwatut Tahdzibin dalam software Al-Makatabah Asy-Syamilah).
6 Lihat: At-Thabaqatul Kubra, karya Ibnu Sa’ad, juz V, hal. 378. Perhatikan teksnya sebagai berikut:
أخبرنا محمد بن يزيد بن خنيس المكي قال: سمعت وهيب بن الورد قال: بلغنا أن: عمر بن عبد العزيز اتخذ دار الطعام للمساكين والفقراء وابن السبيل قال وتقدم إلى أهله إياكم أن تصيبوا من هذه الدار شيئا من طعامها فإنما هو للفقراء والمساكين وابن السبيل فجاء يوما فإذا مولاة له معها صحفة فيها غرفة من لبن فقال لها ما هذا قالت زوجتك فلانة حامل كما قد علمت واشتهت غرفة من لبن والمرأة إذا كانت حاملا فاشتهت شيئا فلم تؤت به تخوفت على ما في بطنها أن يسقط فأخذت هذه الغرفة من هذه الدار فأخذ عمر بيدها فتوجه بها إلى زوجته وهو عالي الصوت وهو يقول إن لم يمسك ما في بطنها إلا طعام المساكين والفقراء فلا أمسكه الله فدخل على زوجته فقالت له ما لك قال تزعم هذه أنه لا يمسك ما في بطنك إلا طعام المساكين والفقراء فإن لم يمسكه إلا ذلك فلا أمسكه الله قالت زوجته رديه ويحك والله لا أذوقه قال فردته.
7 Manaqib Umar bin Abdul Aziz, karya Ibnul Jauzi, hal. 90 via Kisah-Kisah Teladan Umar bin Abdul Aziz, karya Syaikh Usamah Na’im Musthafa, hal. 164-165.
8 Lihat Hilyatul Auliyaa`, karya Abu Nu’aim Al-Asfahani, juv V, hal. 268-269. Perhatikan teks aslinya sebagai berikut:
حدثنا محمد بن احمد بن أبان ثنا أبي ثنا أبو بكر بن سفيان ثنا محمد بن الحسين ثنا عمرو بن جرير حدثني أبو سريع الشامي :قال قال عمر بن عبدالعزيز لرجل من جلسائه أبا فلان لقد أرقت الليلة تفكرا قال فيم يا أمير المؤمنين قال في القبر وساكنه إنك لو رأيت الميت بعد ثالثة في قبره لاستوحشت من قربه بعد طول الأنس منك بناحيته ولرأيت بيتا تجول فيه الهوام ويجري فيه الصديد وتخترقه الديدان مع تغير الريح وبلى الأكفان بعد حسن الهيئة وطيب الريح ونقاء الثوب ثم شهق شهقة وخر مغشيا عليه فقالت فاطمة يا مزاحم ويحك أخرج هذا الرجل عنا فلقد نغص على أمير المؤمنين الحياة منذ ولى فليته لم يل قال فخرج الرجل فجاءت فاطمة تصب على وجهه الماء وتبكي حتى أفاق من غشيته فرآها تبكي فقال ما يبكيك يا فاطمة قالت يا أمير المؤمنين رأيت مصرعك بين أيدينا فذكرت به مصرعك بين يدي الله للموت وتخليك من الدنيا وفراقك لنا فذاك الذي أبكاني فقال حسبك يا فاطمة فلقد أبلغت ثم مال ليسقط فضمته الى نفسها فقالت بأبي أنت يا أمير المؤمنين ما نستطيع أن نكلمك بكل ما نجد لك في قلوبنا فلم يزل على حاله تلك حتى حضرته الصلاة فصبت على وجهه ماء ثم نادته الصلاة يا أمير المؤمنين فأفاق فزعا
9 Beliau adalah Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Ubaid ……..dilahirkan pada tahun 509 H (ada yang mengatakan 510 H. Beliau memiliki banyak karya tulis. Di antaranya adalah Shifatus Shahwah, Talbis Iblis, Dzammul Hawa, Gharib Al-hadits, dan Al-Maudhu’at fi Al-Ahadits Al-Marfu’at. Beliau meninggal pada 13 Ramadhan tahun 597 H.
10 وعن الفهري عن أبيه قال: كان عمر بن عبد العزيز يقسم تفاح الفيء فتناول إبن له صغير تفاحة فانتزعها من فيه فأوجعه فسعى إلى أمه مستعبرا فأرسلت إلى السوق فاشترت له تفاحا فلما رجع عمر وجد ريح التفاح فقال يا فاطمة هل أتيت شيئا من هذا الفيء قالت لا وقصت عليه القصة فقال والله لقد انتزعها من إبني لكأنما نزعتها عن قلبي ولكن كرهت أن أضيع نصيبي من الله عز وجل بتفاحة من فيء المسلمين
11 وعن مسلمة بن عبد الملك قال: دخلت على عمر بن عبد العزيز أعوده في مرضه فإذا عليه قميص وسخ فقلت لفاطمة بنت عبد الملك يا فاطمة اغسلي قميص أمير المؤمنين قالت نفعل إن شاء الله ثم عدت فإذا القميص على حاله فقلت يا فاطمة ألم آمركم أن تغسلوا قميص أمير المؤمنين فإن الناس يعودونه قالت والله ماله قميص غيره
(Shifatus-Shahwah karya Ibnul Jauzi, juz. II, hal 120)
12 حدثنا محمد بن احمد بن أبان ثنا أبي ثنا أبو بكر حدثني محمد بن الحسين حدثني يونس بن الحكم حدثني عبدالسلام مولى مسلمة بن عبدالملك قال: بكى عمر بن عبدالعزيز فبكت فاطمة فبكى أهل الدار لا يدرى هؤلاء ما أبكى هؤلاء فلما تجلى عنهم العبر قالت له فاطمة بأبي أنت يا أمير المؤمنين مم بكيت قال ذكرت يا فاطمة منصرف القوم من بين يدي الله عز وجل فريق في الجنة وفريق في السعير قال ثم صرخ وغشي عليه
(Hilyatul Auliya` karya Abu Nu’aim Al-Asfahani, Juz V, hal. 269)
13 Amirul Mukminin ‘pemimpin orang-orang yang beriman’ adalah gelar bagi siapa saja yang menduduki jabatan khalifah (kepala negara kaum muslimin).
14 Sirah Umar bin Abdul Aziz, karya Ibnul Jauzi hal. 338 via 60 Biografi Ulama Salaf, karya Syaikh Ahmad Farid hal.87.
0 comments:
Posting Komentar