Tanya : Bagaimana hukumnya jika antara sesama akhwat bertukar foto dan kemudian foto tersebut dihapus. Boleh atau tdk?

Bismillahirrohmannirrohim...

Saling bertukar foto baik ikhwan sesama ikhwan atau akhwat sesama akhwat atau sebaliknya ikhwan dengan akhwat hukumnya seperti yang dikatakan oleh ulama kita tidak boleh dengan beberapa alasan:

Kemungkinan foto tersebut akan disimpan, tidak dihapus. Foto tersebut tidak bisa mewakili keadaan orang yang sebenarnya, karena terkadang rupa yang bagus menjadi jelek atau sebaliknya (menjadi bagus) disebabkan foto. Tidak pantas bagi seorangpun untuk memberikan peluang kepada orang lain mengambil foto salah satu anggota keluarganya, baik anak wanita, saudara wanita atau yang lain. Hal tersebut tidak boleh karena megandung fitnah. Boleh jadi foto tersebut jatuh ketangan orang-orang yang fasik, sehingga anak-anak wanita kita akan menjadi bahan tontonan. Jika ia berwajah cantik ia menjadi fitnah bagi banyak orang, namun jika ia berparas kurang rupawan maka ia akan menjadi bahan cercaan orang. (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin 20/810)

Para ulama kita, mereka tidak ada yang mengizinkan dirinya digambar atau bahkan dipajang gambarnya kemudian diagungkan.
Syaikh Abdullah Bin Abdul Aziz bin Baz rahimahullah tidak ridho dirinya difoto, beliau berkata: "Fotografi termasuk pembuatan gambar yang diharamkan dan hukumnya sama seperti menggambar dengan tangan. Yang berbeda adalah cara pembuatannya. Demikian juga alat ini tidaklah menunjukkan perbedaan dalam hukumnya. Tidak ada bedanya orang itu harus bersusah payah dahulu untuk membuat gambar atau tidak. Sedangkan mengenai gambar saya (Syaikh bin Baz rahimahullah) yang dimuat di majalah, itu adalah di luar sepengetahuan saya. Dan ini tidaklah menunjukkan bahwa saya mengizinkannya, saya pun tidak meridhoinya."

Begitu juga asatidz kita ustadz Muhammad Umar As-sewed hafizhahullah, beliau pernah difoto oleh salah satu peserta daurohnya dengan kamera HP (tidak disebutkan pelakunya), lalu beliau berkata: "Dia telah melakukan dua kejahatan besar, pertama dia melanggar perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bawasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat pembikin gambar, dari ‘Aun bin Abi Juhaifah mengabarkan dari ayahnya bahwa ayahnya berkata:

“Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari harga darah, harga anjing, dan dari penghasilan budak perempuan (pelacuran). Beliau melaknat wanita yang membuat tato dan wanita yang minta ditato, demikian juga pemakan riba dan orang yang mengurusi riba. Sebagaimana beliau melaknat tukang gambar.” (HR. Bukhari no. 2238).

Yang kedua dia mengambil gambar tanpa izin kepada orang yang digambarnya, mengapa? Tidak izin kepada saya (ust. As-sewed hafizhahullah), kalau izin silahkan tahu ilmunya dan tahu hukumnya bahwa itu tidak boleh, bahwa ini akan begini... dan begini... Berarti dia telah mendapatkan dua dosa sekaligus, hendaklah dia beristighfar kepada Allah subhannahu wa Ta'ala karena dia dalam keadaan berbuat dosa kepada Allah dan dalam keadaan dia mencuri tanpa izin"

Pernah juga saya ikut terfoto oleh teman dikampus dengan kamera digitalnya, kadang ada juga yang iseng mengambil gambar/ obyek yang saya ada didalamnya dengan kamera HPnya. Apakah saya ridho dengan perbuatannya itu? tentu saja tidak ridho, kemudian saya pura-pura pinjam kameranya lalu saya hapus file foto tersebut. Dan saya tidak pernah punya foto kecuali untuk hal-hal yang sifatnya darurot untuk ID card seperti sim, ktp, ktm, dll.

Kalau misalnya ukhti ada foto (afwan ini hanya permisalan saja) kemudian mau bertukar foto dengan temannya yang menjadi pertanyaannya adalah:

1. Apakah ukhti ridho difoto (membuat foto) hanya untuk keperluan yang tidak berguna tersebut? Padahal ulama kita tidak ridho dirinya digambar
dan mereka hanya memakruhkan foto dalam perkara darurot saja, yang menanggung dosanya mereka yang menyebabkan seseorang digambar.

2. Kalau seandainya jadi tukar menukar foto apakah ukhti percaya begitu saja bahwa foto tersebut setelahnya akan di hapus? Manusia bisa saja lupa dan salah, bisa saja kan kawan ukhti bilang fotonya sudah dihapus padahal masih ada file foto yang tertinggal atau tersimpan didalam komputernya lalu komputernya tersebut dipakai orang lain dan kemudian file foto ukhti tersebut ditemukan dan dilihat olehnya yang kebetulan dia seorang laki-laki fasik.

Al Imam Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah (seorang ulama tabi’in) pernah berkata :
“Saya lihat jiwaku ini ramah bergaul dengan mereka yang dinamakan teman maka saya cari dari pengalaman ternyata kebanyakan mereka adalah orang-orang yang iri (dengki) terhadap nikmat (kebahagiaan) temannya dan mereka tidak menyembunyikan kekeliruan (zallah) temannya dan senang mengabaikan hak teman duduknya juga tidak mau membantu temannya dengan harta mereka maka sebab itu (ketika) saya perhatikan perkara ini ternyata kebanyakan teman itu iri (dengki) dengan kenikmatan orang lain. Padahal Al Haq (Allah) Yang Maha Suci sangat cemburu kepada hati seorang Mukmin yang cenderung jinak dengan sesuatu (selain Allah) maka Ia keruhkan dunia dan penghuninya agar si Mukmin hanya menyenangi- Nya (jinak kepada Allah).

Maka sepantasnya kamu menganggap semua makhluk itu sebagai kenalan dan jangan kamu tampakkan rahasiamu kepada mereka. Jangan kamu anggap sahabat orang yang tidak cocok untuk digauli tetapi pergaulilah mereka secara zhahir.

Jangan bercampur dengan mereka kecuali dalam keadaan darurat dan itupun sejenak saja kemudian tinggalkanlah mereka. Setelah itu hadapilah urusanmu sambil berserah diri kepada Penciptamu (Allah) sebab sesungguhnya tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan selain Allah dan tidak ada yang dapat menolak kejelekan kecuali Dia.” (Al I’tisham 1/158)

Apa faedah yang dapat dipetik dari perkataan beliau diatas?
Jangan menampakkan rahasiamu kepada "teman", maksudnya engkau jangan gampang percaya kepada yang dinamakan "teman". Engkau hanya berkewajiban untuk bergaul dengannya secara zhahir saja. Bila ingin mengenal wajah teman ukhti tersebut alangkah baiknya lakukan pertemuan secara zhahir dengannya, sekian wallahu ta'ala a'lam...

0 comments:

Posting Komentar