Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah dengan benar kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwasannya Muham mad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah hamba dan utusan Allah.
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam.” (QS. Ali ‘Imran : 102)
“Wahai manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya, dan daripadanya keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (menggunakan) NamaNya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silahturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS. An-Nisa’ :1)
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu sosa-dosamu dan barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzaab : 70-71)
Amma ba’du :
“Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan dalam agama, setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu ditempatnya di Neraka.” (*)
(*) Khutbah ini dinamakan khutbatul haajah, yaitu khutbah pembuka yang biasa dipergunakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam untuk mengawali setiap majelisnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga mengajarkan khutbah ini kepada para Sahabatnya. Khutbah ini diriwayatkan dari enam Sahabat Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam . Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (I/392-393), Abu Dawud (no. 1097, 2118), an-Nasa-I (III/104-105), at-Tirmidzi (no. 1105), Ibnu Majah (no. 1892), al-Hakim (II/182-183), ath-Thayalisi (no. 336), Abu Ya’la (no. 5211), ad-Darimi (II/142) dan al-Baihaqi (III/214, VII/146), dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Hadits ini shahih. Wallahu a’lam.
Siapa Wanita Pilihanmu?
Jujur saja, walaupun dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam jelas disebutkan bahwa dalam memilih isteri hendaknya lebih mengutamakan akhlak dan agamanya namun kenyataannya sekarang banyak ikhwan yang lebih mendahulukan kecantikan dibanding agama. Apakah memilih wanita cantik dilarang? Tidak. Itu juga sah-sah saja. Namun hendaknya kriteria cantik ini tidak membuat kita lupa akan kriteria akhlak dan agamanya.
SEDIKIT CERITA
Sebut saja Maman, 27 tahun. Dulu, dia pernah bermimipi. Mimpi indah sekali. Mimpinya, bila suatu saat nanti dijodohkan oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala, bisa dipilihkan isteri yang tinggi, cantik, dan aduhai. Tapi kenyataanya, yang ia dapatkan malah sebaliknya, seorang wanita yang kurang sesuai impiannya. Kecewakah? Awalnya memang ada rasa seperti itu, tapi seiring perjalanan waktu, rasa itu pun perlahan hilang. Setelah tahu akhlak harian isterinya dan lupa dengan mimpi-mimpinya yang dulu. Baginya sekarang, ia mesti banyak bersyukur kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala, karena telah diberi seorang isteri yang pengertian. Selain juga pintar melayani dan pandai menutupi kekurangannya. Walaupun ia tidak menafikan adanya kekurangan-kekurangan pada isterinya tersebut.
Itu adalah satu contoh sekaligus satu pelajaran, khususnya bagi anda para bujangan. Bahwasannya dalam menikah yang paling utama bukanlah sosok kecantikan semata, tapi lebih dari itu adalah akhlak dari pasangan. Hanya akhlak baik yang akan bisa membuat kehidupan rumah tangga tenteram dan bahagia. Akhlak yang baik juga mampu mengubah kecantikan isteri. Dalam arti, menurut pandangan kita, isteri menjadi lebih cantik secantik akhlaknya. Memang akan lebih sempurna bila selain akhlak yang bagus didukung pula dengan kecantikan fisik. Namun yang demikian sepertinya tidak ada, karena semua wanita ada kekurangannya. Tapi mungkin kriteria ‘sempurna’ itulah yang ingin dikejar oleh ikhwan-ikhwan itu.
Walaupun demikian, sifat ikhwan yang mengutamakan kecantikan semata atau berharap kesempurnaan, hanya sebagian saja. Sebagian lagi masih berusaha mengikuti saran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Selama akhlak dan agama si akhwat b aik, ia terima. Ia juga sadar bahwa tidak ada wanita di dunia yang sempurna. Hendaknya demikianlah seharusnya prinsip seorang ikhwan.
CANTIK,TAPI…
Sebagaimana yang sudah sering kita dengar dan baca, bahwa di dunia ini tak ada manusia yang sempurna. Terlebih lagi wanita yang telah Allah Subhanallahu wa Ta’ala ciptakan dalam keadaan bengkok. Secara kodrat, mereka lebih banyak kekurangan dan kelemah an dibanding pria, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
“…Tidaklah aku tinggalkan melihat orang yang kurang akal dan kurang agama lagi potensial melemahkan laki-laki yang kuat selain salah seorang di antara kalian (para wanita)…” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Hal demikian menuntut kita (para lelaki) untuk lebih banyak mengerti wanita, juga lebih bisa memahami kekurangan mereka. Menyangkut kekurangan ini, bukanlah hal yang aneh bila ada wanita yang secara fisik cantik tapi pemboros, atau abid (ahli ibadah) tapi tak bisa masak, atau ahli masak tapi pencemburu berat, dan lainnya. Yang demikian itu adalah biasa. Hampir terjadi dan ada pada setiap wanita.
Nah, bagi anda para bujangan, wanita mana yang akan anda pilih, semua tergantung pada anda. Pada dasarnya ini menyangkut kriteria utama yang anda tetapkan dan kekurangan-kekurangan yang masih bisa anda toleransi. Tentunya setiap ikhwan berbeda-beda. Satu ikhwan mungkin menjadikan kecantikan sebagai standar utama, tak peduli bisa masak atau tidak, sementara ikhwan lain mungkin lebih mengutamakan ibadahnya dan tak peduli kekurangan-kekuragan yang lainnya, dan seterusnya. Yang jelas, tak ada wanita di dunia ini yang sempurna 100%. Pasti ada saja kekurangannya. Ini hal pertama yang hendaknya dipahami betul.
BAGAIMANA DENGAN WANITA?
Kalau boleh jujur juga, akhwat pada dasarnya tak beda jauh dengn ikhwan. Kalau seumpama mereka ditanya bagaimana kriteria ikhwan yang diinginkannya, hamper pasti akan dijawab lelaki yang sempurna. Yaitu ikhwan yang ganteng, gagah, berilmu tinggi, dan mapan. Karena, sebagaimana pernyataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, wanita adalah saudara laki-laki. Apa yang terjadi pada laki-laki, terjadi juga pada wanita. Termasuk dalam hal ini adalah keinginan-keinginannya. Perbedaanya, wanita umumnya lebih bisa menyembunyikan perasaan dan lebih bisa menerima kekurangan-kekurangan pasangannya. Se hingga baginya, selama ikhwan yang datang meminang nampak baik akhlak dan agamanya maka akan ia terima. Kalaupun nantinya ada kekecewaan, ia lebih bisa terima dan lebih bisa mengalah. Ini keumuman wanita, namun secara khusus (orang per orang) tentu berbeda. Walaupun begitu, secara umum wanita juga lebih sadar diri, dalam arti lebih bisa bercermin pada dirinya dibanding laki-laki. Kalau laki-laki seringnya “lupa diri”. Walaupun banyak kekurangan, dalam menetapkan kriteria tetap harus yang sempurna (tidak ada kekurangannya). Inilah yang kemudian menjadikan beberapa akhwat mundur teratur, tak berani mengajukan diri karena merasa tak sesuai kriteria si ikhwan. Kebijakan seperti ini juga menjadi satu sebab banyaknya wanita terlantar. Duhai para ikhwan, tidakkah kalian kasihan?
KALAU BISA SEPERTI NABI Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Kalau kita sedikit menengok sejarah nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, bagaimana cara beliau memperisteri wanita atau kriteria apa yang ditetapkan oleh beliau bagi wanita yang menjadi isterinya., maka akan kita dapati nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lebih mengutamakan agama dan akhlaknya dibanding fisiknya. Itu pun masih didasari pada manfaat dan madharatnya bagi perkembangan Islam. Itulah mengapa Rasulullah Shallallahu ‘aiahi wa Sallam hanya menikahi satu wanita yang masih perawan, yaitu Aisya radhiyallahu ‘anha. Sedangkan yang lainnya para janda dan umumnya sudah tua. Pelajaran yang bisa dipetik dari perkawinan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ini, bahwa agama hendaknya dijadikan patokan u tama dalam memilih seorang wanita, agar nantinya rumah tangga bahagia dunia dan akhirat.
Nah, kalau sekarang anda ingin menikah, cobalah bertanya pada diri sendiri tentang wanita yang hendak anda nikahi tersebut. Cobalah anda lihat dan baca! Dengan keadaan dia seperti itu, akankah pernikahan anda dengannya nanti bermanfaat bagi agama anda, atau malah sebaliknya?Atau, akankah dia bisa jadi isteri yang penurut atau justru pembangkang?Hal ini akan lebih membuat anda berhati-hati dalam menentukan calon pasangan.
BILA PILIH YANG BELUM JADI
Kalaupun ternyata anda lebih memilih wanita yang “kurang” dari sisi agama, alangkah baiknya kalau anda yakin betul bahwa wanita tersebut bisa diatur. Anda mesti yakin bahwa dia mampu diubah akhlak dan agamanya hingga bisa menjadi akhwat utama. Kalau anda yakin, silahkan memilihnya. Jikalau anda ikhlas, insya Allah ini akan jadi lading dakwah dan pahala utama bagi anda. Tapi yang seperti ini sangat riskan. Yang terjadi, biasanya si ikhwan malah terseret dalam keburukan isterinya. Maka dari itu, hendaknya anda pikirkan matang-matang dulu sebelum menetapkan pilihan. Akan lebih baik disesuaikan dengan kemampuan anda. Dalam mendidik dan membimbing wanita. Kalau anda tak yakin, lebih baik jangan memilih wanita yang ‘BELUM JADI’, karena penyesalan yang kemungkinan besar akan terjadi. Sekarang tinggal keputusan anda!
Untuk para wanita, anda pun punya pilihan. Mau jadi akhwat yang utama atau yang ‘BELUM JADI’ saja? Wallahu a’lam.
Sumber :
Majalah Nikah vol.3, no. 12, Maret 2005. Pada Bab Sakinah 1 hal. 5-7.
0 comments:
Posting Komentar